Pengantar Hukum Internasional

Dosen
Pengampu:
Karimatul
Khasanah, S.H.I., M.S.I.,
Disusun
oleh:
Agus
Zainul Mustofa (15380097)
PRODI
MUAMALAT
FAKULTAS
SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2016
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim...
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan hidayah, taufik, dan inayahnya kepada kita semua. Sehingga
kami bisa menjalani kehidupan ini sesuai dengan ridhonya. Syukur
Alhamdulillah kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan rencana.
Makalah ini kami beri judul ilmu “Pengantar Hukum Internasional” dengan
tujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pengantar Hukum Indonesia.
Sholawat serta
salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Karena
beliau adalah salah satu figur umat yang mampu memberikan syafa’at kelak di
hari kiamat.
Selanjutnya
saya mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Karimatul
Khasanah, S.H.I., M.S.I., selaku dosen pengajar mata kuliah
Pengantar Hukum Indonesia, yang telah membimbing kami. Dan
kepada semua pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah ini hingga selesai.
Saya mohon ma’af
yang sebesar-besarnya apabila dalam penulisan makalah ini terdapat banyak
kesalahan didalamnya. Saya mengharapkan saran dan
kritik yang membangun demi tercapainya kesempurnaan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi penulis umumnya dan khususnya bagi pembaca.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................................
Daftar
Isi.....................................................................................................................
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................................................
B. Rumusan
Masalah.................................................................................................
C. Tujuan
Penulisan...................................................................................................
BAB
II PEMBAHASAN
A. Bagaimana Penjelasan Hukum Internasional........................................................
B. Apa Saja Cakupan Hukum
Internasional..............................................................
BAB
III PENUTUP
A.
Kesimpulan...........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Adanya
hubungan yang terdapat antara anggota masyarakat Internasional karena adanya
kebutuhan yang disebabkan antara lain oleh pembagian kekayaan dan perkembangan
industri yang tidak merata di dunia seperti adanya perniagaan atau pula hubungan
dilapangan, kebudayaan, ilmu pengetahuan, keagamaan, social dan olahraga
mengakibatkan timbulnya kepentingan untuk memelihara dan mengatur hubungan
bersama serta merupakan suatu kepentingan bersama. Untuk menertibkan, megatur
dan memelihara hubungan Internasional inilah dibutuhkan hukum dunia menjamin
unsur kepastian yang diperlukan dalam setiap
hubungan yang teratur. Masyarakat internasional pada hakikatnya adalah
hubungan kehidupan antar manusia dan merupakan suatu kompleks kehidupan bersama
yang terdiri dari aneka ragam masyarakat yang menjalin dengan erat.
Hukum
internasional adalah bagian hukum yang
mengatur aktivitas entitas berskala internasional. Pada awalnya, hukum
internasional hanya diartikan sebagai perilaku dan hubungan antar negara. Namun
dalam perkembangan pola hubungan internasional yang semakin kompleks,
pengertian ini kemudian semakin meluas sehingga hukum internasional juga
mengurusi struktur dan organisasi internasional dan pada batas tertentu,
perusahaan multi internasional dan individu.
Hukum
internasional merupakan hukum bangsa-bangsa, hukum antar bangsa atau hukum
antar negara. Hukum bangsa-bangsa dipergunakan untuk menunjukkan kepada
kebiasaan danaturan hukum yang berlaku dalam hubungan antara raja-raja zaman
dahulu. Hukum antar bangsa atau hukum antar negara menunjukkan pada komkpleks
kaedah dan asas yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa
atau negara.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penjelasan hukum internasional?
2. Apa saja cakupan
hukum internasional?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Pengertian
penjelasan hukum internasional.
2. Mengetahui apa saja cakupan hukum internasional.
Bab II
Pembahasan
A. Penjelasan Hukum Internasional
1.
Istilah dan
Pengertian Hukum Internasional
Secara terminologis, penggunaan istilah hukum
internasional mengalami fase yang panjang sampai istilah ini digunakan dan
disepakati oleh para ahli. Hal ini menunjukkan bahwa kelahiran hukum
internasional merupakan ilmu tua yang sampai saat ini berlaku dan digunakan.
Istilah international law atau hukum internasional publik (public
international law) merupakan istilah yang lebih populer digunakan saat ini
daripada istilah hukum bangsa-bangsa (law of nations) atau hukum antar
negara (interstate law). Dua istilah terakhir ini tidak digunakan lagi karena
tidak sesuai dengan kebutuhan dan dinamika zaman.[1]
Beberapa uraian ditetapkannya istilah hukum internasioanl dan bukan hukum
bangsa-bangsa, hukum antar bangsa atau hukum antarnegara terutama didasarkan
pertimbangan bahwa istilah ini paling endekati kenyataan dan sifat hubungan dan
masalah yang menjadi objek bidang hukum ini. Istilah hukum internasional
tidak mengandung keberatan, karena perkataan internasional walaupun menurut
asal katanya searti dengan antarbangsa sedah lazim dipakai orang untuk segala hal
atau peristiwa yang melintasi batas wilayah suatu negara.
Beberapa pembedaan dalam penggunaan istilah
tersebut:
· Hukum bangsa-bangsa akan dipergunakan untuk
menunjukkan pada kebiasaan dan aturah (hukum) yang berlaku dalam hubungan
antara raja-raja zaman dahulu, ketika hubungan denikian baik karena jarangnya
maupun karen asifat hubungannya, belum dapat dikatakan merupakan hubungan antar
anggota antar suatu masyarakat bangsa-bangsa.
· Hukum antarbangsa atau hukum antarnegara akan
dipergunakan untuk merujuk pada kompleks pada kaidah dan asas yang mengatur
hubungan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa atau negara-negara.
· Hukum internasional yang dimaksudkan hukum
internasional (publik) modern yangs elain mebatur hubungan antara negara dengan
negara, mengatur pula hubungan antara negara dengan subyek hukum lainnya bukan
negara dan antara subyek hukum bukan negara satu dengan lainnya. Taraf
perkembangan hukum internasional yang terakhir ini ditandai oleh muncul dan berkembangnya
berbagai organisasi internasional, setelah Perang Dunia I dan II, lebih-lebih
lagi dari hukum antar negara yang tradisional dicirikan oleh berbagai perubahan
yang radikal ke arah suatu hukum internasional modern pada dewasa ini boleh
dikatakan sedang mengalami masa peralihan yang maha
hebat.
Dari uraian diatas dapat pengertian
Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan
atau persoalan yang melintasi batas negara antara:
1). Negara dengan negara
2). Negara dengan subyek hukum lain
bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain.[2]
Pada aplikasainya wujud pelaksanaan hukum international dibagi menjadi
menjadi 2 bagian berupa perjanjian tertutup dan perjanjian terbuka. Contoh
perjajian international yang tertutup diantaranya adalah :
1) Perjanjian bilateral : Yaitu perjanjian international yang mencakup 2 negara.
2) Perjanjian trilateral : Yaitu perjanjian international yang
dilakukan oleh 3 negara.
3) Perjanjian regional : Yaitu perjanjian international yang dilakukan oleh 2
wilayah/kawasan.
Adapun wujud
pelaksanaan hukm international secara terbuka adalah :
1) Perjanjian multilateral : Yaitu perjanjian international yang
dilakukan oleh banyak negara.
2) Perjanjian universal 3:
Yaitu perjanjian international yang dilakukan oleh seluruh negara di dunia.
B. Cakupan Hukum Internasional.
1.
Sifat Hukum
Internasional
Sifat adalah
sesuatu yang melekat pada sesuatu dan merupakan ciri utamanya. Begitu pula
hukum internasional memiliki sifat koordinatif. Koordinatif artinya sederajat,
tidak ada yang tinggi dan yang rendah dalam hukum internasional. Hal ini
berbeda dengan hukum-hukum nasional yang bersifat subordinatif. Dalam tulisan
safriani dijelaskan bahwa subordinatif memiliki hubungan tinggi-rendah antara
yang diperintah rakyat dan yang memerintah (penguasa/pemerintah). Suka tidak
suka seorang warga negara harus tunduk pada aturan yang dibuat oleh
pemerintahannya. Tidak demkian halnya dengan hukum internasional. Hubungan
internasional yang diatur oleh hukum internasional dilandasi oleh persamaan
kedudukan antar anggota masyarakat bangsa-bangsa. Tidak adapun satu bangsa yang
lebih tinggi dari yang lain. kedudukan tertinggi dalam struktur masyarakat
internsional adalah masyarakat internasional itu sendiri. Selain itu tidak ada
badan supranasional ataupun pemerintahan dunia yang memiliki kewenangan
membuat, sekaligus memaksakan berlakunya aturan internasional.[3]
2.
Subjek Hukum
Internasional
Subjek hukum internasioanal adalah setiap
pemilik, pemegang, atau pendukung hak dan pemikul kewajiban berdasarkan hukum
intrnasional. Beberapa hal yang berkaitan dengan subyek hukum internasional,
yaitu sebagai berikut.
Pertama, subyek-subyek
hukum internasional dibedakan ke dalam dua kelompok, yaitu negara dan subyek
hukum bukan negara.
Kedua, ruang
lingkup atau substansi dari hukum internasional meliputi:
a.
Hubungan atau
persoalan hukum antara negara dengan negara
b.
Hubungan atau
persoalan hukum anata negara dan subjek hukum bukan negara
c.
Hubungan atau
persoalan hukum antara satu subjek hukum bukan negara dan lainnya.
Bentuk-bentuk Subyek Hukum Internasional
a)
Negara
Negara adalah subjek hukum
internasional dalam ari klasik dan telah seperti itu sejak lahirnya hukum
internasional. Dalam suatu negara federal, pengembangan hak dan kewajiban
subjek hukum internasional adalah pemerintah federal. Akan tetapi,
kadang-kadang konstitusi federal memungkinkan negara bagian mempunyai hak dan
kewajiban yang terbatas atau melakukan hal yang biasa dilakukan oleh pemerintah
federal.
b)
Takhta Suci
Takhta suci (Vatican) merupakan
suatu contoh dari suatu subjek hukum internasioanl yang telah ada sejak dahulu
disamping negara. Hal ini merupakan peninggalan-peninggalan (kelanjutan)
sejarah sejak zaman dahulu ketika Paus bukan hanya kepala gereja Roma, tetapi
memiliki pula kekuasaan duniawi. Hingga sekarang takhta suci mempunyai
perwakilan diplomatik di banyak ibu kota terpenting di dunia (antara lain
dijakarta) yang sejajar kedudukannya dengan wakil diplomatik negara-negara
lain. Takhta Suci merupakan suatu hukum dalam arti yang penuh yang sejajar
kedudukannya dengan negara. Hal ini terjadi, terutama setelah diadakannya
perjanjian antara Italia dan Takhta suci pada tanggal 11 februari 1929 (lateran
Treaty)yang mengembalikan sebidang tanah di Roma kepada Takhta Suci dan
dimungkinkan didirikannya negara vatikan, yang dengan perjanjian itu
sekaligus dibentuk dan diakui. Dalam kategori yang sama yaitu subjek hukum
internasional karena sejarah, walaupundalam arti yang jauh dari terbatas dapat pula
disebut suatu satuan yang bernama Order of The Kenights of Malta.
Himpunan ini hanya diakui oleh beberapa negara sebagai subjek hukum
internasional.
c)
Palang Merah
Internasional
Palang Merah Internasional yang
berkedudukan di Jenewa mempunyai tempat tersendiri (unik) dalam sejarah hukum
internasional. Organisasi ini dapat dikatakan suatu subjek hukum yang
(terbatas) lahir karena sejarah, walaupun kemudian kedudukannya (status)
diperkuat dalam perjanjian dan konvensi Palang Merah (sekarang konvensi Jenewa
tahun 1949 tentang Perlindungan Korban Perang). Sekarang, Palang Merah
Internasional secara umum diakui sebagai organisasi internasional yang memiliki
kedudukan sebagai subjek hukum internasional walaupun dengan ruang lingkup yang
sangat terbatas.
d)
Organisasi
Internasional
Organisasi internasional seperti
Perserikata Bangsa-Bangsa (PBB) dan Organisasi Buruh Indonesia (ILO) mempunyai
hak dan kewajiban yang ditetapkan dalam konvensi-konvensi internasional yang
merupakan semacam anggaran dasarnya. Berdasarkan kenyataan ini, bahwa PBB dan
organisasi internasional semacamnya merupakan subjek hukum internasional,
setidak-tidaknya menurut hukum internasional khusus yang bersumberkan konvensi
internasional. Hal yang masih menjadi persoalan yuridis pada waktu itu adalah
menegaskan bahwa PBB dan organisasi sejenis itu merupakan subjek hukum menurut
hukum internasional (umum). Dalam hubungan ini, penting sekali Advisony
Opinion yang diberikan oleh Mahkamah Internasional tentang kasus Reparation
of Injuries.
e)
Orang Perseorangan
(Individu)
Dalam perjanjian Perdamain
Versailes tahun 1919 yang mengakhiri Perang Dunia I antara Jerman, Inggris, dan
perancis, dengan setiap sekutunya, terdapat pasal-pasal yang memungkinkan
individu mengajukan perkara ke hadapan Mahkamar Arbitrage Internasional. Dengan
demikian, sudah ditinggalkan dalil lama bahwa negara yang bisa menjadi pihak di
hadapan suatu peradilan internasional. Ketentuan yang serupa terdapat dalam
perjanjian antara Jerman dan Polandia tahun 1922 mengenai Silesia Atas (Upper
Silesia). Lebih penting atinya bagi perkembangan pengertian individu
sebagai subjek hukum internasional dari beberapa ketentuan diatas yang
bertujuan melindungi hak minoritas adalah keputusan Mahkamah Internasional
Permanen (Permanent Court of International Justice) dalam perkara yang
menyangkut pegawai kereta api Danzig (Danzig Railway Offical’s Case).
Dalam perkara ini diputuskan oleh Mahkamah bahwa apabila suatu perjanjina
internasional memberikan hak tertentu kepada orang perseorangan, hak itu harus
diakui dan mempunyai daya laku dalam hukum internasional, artinya diakui oleh
badan peradilan internasional.[4]
3.
Bentuk-Bentuk
Sumber Hukum Internasional
Bentuk sumber
hukum internasional dipertegas pula dalam hukum internasional bahwa sumber
tertulis yang ada di dalam konvensi yang menjadi sumber hukum internasional,
yaitu Konvensi Den Haag XII, pasal 7, tanggal 18 oktober 1907, yang mendirikan
Mahkamah Internasional Perampasan Kapal di Laut (International Prize Court)
dan Piagam mahkamah Internasional Permanen, pasal 38 tanggal 16 Desember 1920,
yang tercantum dalam pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional tanggal 26 juni
1945.[5]
Sumber Hukum
Internasional
1)
Sumber hukum
formal bagi hukum internasional
a.
Perjanjian
internasional (treaty)
Adalah perjanjian yang dibuat atau dibentuk
oleh dan anggota masyarakat internasional sebagai subjek hukum internasional
dan bertujuan mengakibatkan hukum tertentu.
b.
Kebiasaan
internasional
Mochtar Kusumaatmadja menguraikan bahwa sebuah
kebiasaan internasional perlu memenuhi unsur-unsur berikut:
·
Adanya
kebiasaan yang bersifat umum dan diterapkan berulang dari masa ke masa.
·
Kebiasaan itu
bisa diterima sebagai hukum
c.
Prinsip hukum
umum
Prinsip umum adalah asas hukum yang mendasari
sistem hukum modern.
d.
Karya yuridis
(yuristic work)
e.
Keputusan-keputusan
organ/lembaga internasional (descrisions of the organs of international
institution)
f.
Yurisprudensi
(keputusan pengadilan) dan pendapat ahli hukum internasional
Keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana
hanya merupakan sumber subsidier atau sumber tambahan. Artinya, keputusan
pengadilan dan pendapat sarjana dapat dikemukakan untuk membuktikan adanya
kaidah hukum internasional mengenai permasalahan yang didasarkan atas sumber
primer yaitu perjanjian internasional, kebiasaan, dan asas hukum umum.[6]
2)
Sumber hukum
material bagi hukum internasional[7]
4.
Hubungan Antara Hukum Internasional dan Hukum Nasional
Mengenai
hubungan antara perangkat hukum ini terdapat 2 aliran yaitu monisme dan
dualisme. Menurut pandangan monisme, semua hukum merupakan satu sistem kesatuan
hukum yang mengikat apakah terhadap individu-individu dalam suatu negara
ataupun terhadap negara-negara dalam
masyarakat internasional. Tokoh-tokoh
aliran monisme ini adalah Kelsen dan George Scelle. Sebaliknya para pendukung
aliran dualisme seperti Triepel dan Anzilotti menganggap bahwa hukum
internasional dan hukum nasional adalah 2 sistem hukum yang terpisah, berbeda
satu sama lain. Menurut aliran dualisme ini perbedaan tersebut terdapat pada:
1) Perbedaan Sumber Hukum
Hukum
nasional bersumberkan pada hukum kebiasaan dan hukum tertulis suatu negara
sedangkan hukum internasional berdasarkan pada hukum kebiasaan dan hukum yang
dilahirkan atas kehendak bersama negara-negara dalam masyarakat internasional.
2) Perbedaan Mengenai Subjek
Subjek
hukum Nasional adalah individu-individu yang terdapat dalam suatu negara
sedangkan subjek hukum internasional adalah negara-negara masyarakat
intenasional.
3) Perbedaan Mengenai kekuakatn Hukum
Hukum
nasional mempunyai kekuatan mengikat yang penuh dan sempurna kalau dibanding
dengan hukum internasional yang lebih banyak bersifat mengatur hubungan
negara-negara secara horizontal.
Pandangan
dualisme ini dibantah golongan monisme dengan alasan bahwa:
a. Walaupun kedua sistem hukum itu mempunyai istilah yang berbeda, namun
subjek hukumnya tetap sama yaitu bukankah pada akhirnya yang diatur oleh hukum
internasional adalah individu-individu yang terdapat dalam suatu negara.
b. Sama-sama mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Disaat diakuinya uhkum
internasional sebagai sistem hukum maka tidaklah mungkin untuk dibantah bahwa
hukum internasional dan hukum nasional merupakan bagian dari satu kesatuan ilmu
hukum dan karena itu kedua perangkat hukum tersebut sama-sama mempunyai
kekuatan mengikat apakah terhadap individu-individu ataupun negara.
Dipatuhinya kaidah-kaidah hukum
internasional adalah wajar karena pembentukan perangkat tersebut adalah atas
dasar kehendak negara-negara yag secara bebas dirumuskan dalam berbagai
instrumen yuridik internasional. Menolak hukum internasional dapat berarti
penolakan terhadap apa yang telah dikehendaki dan diputuskan bersama oleh
negara-negara untuk mencapai tujuan bersama. Penolakan terhadap hukum
internasional adalah tidak mungkin, karena dalam prakteknya semua tindak tanduk
negara dalam hubungan luar negerinya berpedoman dan didasarkan atas asas-asas
serta ketentuan yang terdapat dalam hukum internasional itu sendiri.[8]
5. Kekuatan Mengikat Hukum Internasional
Menurut aliran hukum positif, hukum mengikat masyarakat atau masyarakat
tunduk pada hukum karena masyarakat itulah yang membutuhkan hukum untuk
mengatur kehidupannya. Jika pandangan hukum positif ini dihubungkan dengan
hukum internasional, hukum internasional berlaku dan mengikat masyarakat
internasional karena masyarakat internasional itulah yang membutuhkan dan
menghendaki untuk tunduk dan terikat pada hukum internasional. Jadi, ada faktor
kehendak negara yang menyebabkan masyarakat internasional untuk tunduk dan
terikat pada hukum internasional. Hanya, persoalannya adalah maksud dengan
kehendak negara. Apakah kehendak negara secara individual atau kehendak negara
secara bersama.[9]
Seorang penganut aliran hukum positif, George Jellinek, yang dikenal
sebagai penganut teori kedaulatan negara (State sovereignty),
berpendapat bahwa negara-negara sebagai pribadi hukum yang memiliki kedaulatan
bersedia untuk tunduk dan terikat pada hukum internasional karena negara-negara
itulah yang menghendakinya. Ini merupakan manifestasi dari kedaulatannya.
Sebaliknya, jika suatu saat negara-negara memandang tidak ada manfaatnya lagi
untuk tunduk dan terikat pada hukum internasional, negara-negara itupun
memiliki kehendak bebas untuk tidak terikat lagi pada hukum internasional. Jadi
berdasarkan kehendaknya itu, negara-negara bebas menyatakan untuk tunduk dan
terikat atau tidak pada hukum internasional. Apabila suatu negara memandang
untuk tunduk dan terikat pada hukum internasional, negara itu bisa menyatakan
dirinya bersedia untuk terikat. Jadi, negara bersedia secara sukarela dibatasi
oleh hukum internasional. Sebaliknya, jika kemudian negara yang bersangkutan
memandang tidak diperlukannya lagi untuk terikat, negara itupun dapat
menyatakan dirinya tidak terikat pada hukum internasional. Hal ini berarti,
George Jellinek menempatkan kedaulatan negara dalam kedudukan yang lebih tinggi
dari pada hukum internasional. Pandangan George Jellinek ini dikenal pula
dengan teori pembatasan diri sendiri (self limitation theory).
Apabila pandangan George Jellinek diterapkan secara konsekuen, akan
menimbulkan akibat yang fatal. Jika daya mengikat hukum internasional
digantungkan pada kehendak negara, baik secara individual maupun secara
bersama-sama, terjadilah ketidakpastian hukum. Ketidak pastian hukum dalam
pengertian yang paling ekstrem, sama dengan kekacauan, dan kekacauan yang
paling kacau adalah keadaan tanpa hukum, yang setiap pihak merasa memiliki
kebebasan tanpa batas. Inilah yang disebut anarkisme.
Penganut aliran hukum yang lain mencoba menjawab persoalan tentang
hakikat dan daya mengikat hukum internasional adalah Zorn, Anzilloti dan
Triepel yang pandangannya dapat digolongkan sebagai teori kehendak atau
persetujuan bersama bersama (common will atau common consent theory).
Menurutnya, hakikat dan daya mengikat hukum internasional tidak terletak pada
kehendak sepihak negara-negara, tetapi pada kehendak bersama negara-negara.
Jika negara-negara tunduk pada hukum internasional, hal itu karena adanya
kehendak bersama untuk tunduk dan terikat pada hukum internasional. Oleh karena
itu, jika pada suatu waktu ada satu atau beberapa negara tidak lagi bersedia
untuk tunduk dan terikat pada kehidupannya, harus memenuhi kebutuhan ataupun
kepentingannya. Untuk itu, agar tidak saling bertentangan antara satu dan
lainnya, mereka membutuhkan pengaturan berupa kaidah hukum, supaya terwujud
kehidupan sosial yang aman, damai, adil, dan tentram. Jika semua itu tidak
diatur sedemikian rupa, tidak akan terwujud kehidupan bersama, seperti yang
mereka inginkan.
Sesuai dengan pandangannya tentang hukum pada umumnya, tidak ada perbedaan
yang tegas antara hukum nasional dan hukum internasional sebab keduanya hanya
merupakan bagian dan hukum pada umumnya. Menutur Hans Kelsen, hukum mengikat
individu, baik individu yang hidup dalam suatu negara maupun individu yang
hidup berorganisasi dalam bentuk suatu negara. Pandangan ini didasari oleh
anggapan Hans Kelsen bahwa negara dan individu adalah sama. Negara adalah
kumpulan individu. Apabila negara tunduk pada hukum internasional, yang tunduk
pada hukum internasional adalah individu-individu itu yang hidup berkumpul
membentuk sebuah negara. Dengan demikian, subjek hukum internasional sama
dengan subjek hukum nasional, yaitu individu.
Berdasarkan uraian di atas, menurut mazhab sosiologis, manusia atau
masyarakat tunduk pada hukum sebab mereka yang membutuhkan hukum. Berbeda
dengan masyarakat internasional yang tunduk pada hukum internasional. Tidak
berbeda dengan masyarkat pada umumnya bahwa msyarakat internasional, khususnya
negara-negara itu memang membutuhkan hukum internasional untuk mengatur
kehidupannya.[10]
6. Kelemahan Hukum Internasional
Kelemahan yang paling menonjol dalam hukum internasional dibandingkan
hukum nasional adalah hukum internasional tidak memiliki lembaga formal seperti
badan legislatif, polisi, jaksa, kepala pemerintahan, baik pusat maupun daerah
(eksekutif) serta pengadilan yang memiliki yuridiksi wajib kepada penduduknya.
Menurut Martin Dixon, hukum internasional tidak memiliki badan
legislatif pembuat aturan hukum, tidak memiliki polisi, jaksa, kepala
pemerintahan sebagai eksekutif, bahkan tidak memilikinpengadilan yang memiliki
yuridiksi wajib terhadap negara yang melakukan pelanggaran hukum internasional.
Hukum internasional sangat kekurangan institusi formal.
Dengan demikian, tidak heran banyak pihak meragukan eksistensi hukum
internasional. Hukum internasional bukan sebagai hukum sesungguhnya. Menurut
John Austin sebagaimana dikutip oleh Scwarzenberger, hukum internasional hanya
layak dikategorikan sebagai positive morality karena tidak memiliki
badan legislatif dan sanksinya tidak dapat dipaksakan. Banyak pihak mengamini
pendapat ini, apalagi realitas menunjukkan banyaknya pelanggaran hukum
internasional dilakukan, seperti Amerika Serikat, juga Israel tidak pernah ada
sanksi.
Kelemahan institusional dan polisional itu yang membuat cukup banyak sanksi hukum
internasional serta keputusan-keputusan pengadilan internasional mengalami
hambatan dalam pelaksanaannya, termasuk juga resolusi-resolusi Dewan Keamanan
PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) yang kurang dapat diwujudkan secara konkrit.
Oleh karena itu ada beberapa pakar berpendapat bahwa hukum internasional bukan
hukum dalam arti sebenarnya.
Hal itu disanggah oleh pakar lainnya, antara
lain Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja yang mengemukakan bahwa ada
hukum agama (syariah atau hukum Islam, misalnya) serta hukum adat yang tetap
diakui keberadaannya, walau sanksi-sanksinya tidak selalu ditegakan oleh aparat
polisional. Lalu dalam perkembangan dewasa ini kita lihat ada kemajuan cukup
berarti dalam penegakan sanksi hukum internasional, antara lain peradilan
pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) atas pembunuhan massal dan kejahatan
kemanusiaan di Rwanda dan Serbia (Yugoslavia), peradilan kejahatan seksual
dalam perang (Women International War Crimes on Militery Sexual Abuses,
8 sampai 12 Desember 2000, di Tokyo, Jepang).
PENUTUP
Kesimpulan
A. Penjelasan
Hukum Internasional
Secara
terminologis, penggunaan istilah hukum internasional mengalami fase yang
panjang sampai istilah ini digunakan dan disepakati oleh para ahli.
pengertian
Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan
atau persoalan yang melintasi batas negara antara:
1). Negara dengan negara
2). Negara
dengan subyek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain.
B. Cakupan Hukum Internasional.
1.
Sifat Hukum
Internasional
2.
Subjek Hukum
Internasional
3.
Bentuk-Bentuk
Sumber Hukum Internasional
4.
Hubungan Antara
Hukum Internasional dan Hukum Nasional
5. Kekuatan Mengikat Hukum Internasional
6. Kelemahan Hukum Internasional
DAFTAR PUSTAKA
Supriyadi, Dedi. 2013. Hukum
Internasional. Bandung:
Pustaka Setia
Mauna, Boer. 2011. Hukum
Internasional. Bandung: PT Alumni Pustaka
Kusumaatmadja,
Mochtar. 2013. Pengantar Hukum
Internasional. Bandung: Alumni Pustaka.
[1] Dedi Supriyadi, Hukum Internasional: dari
konsepsi sampai aplikasi (Bandung: Pustaka Setia, 2013) hlm. 13.
[2] Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum
Internasional (Bandung: Alumni, 2013) hlm. 4.
[3] Dedi Supriyadi, Hukum internsional:
dari... hlm.9-10.
[4] Ibid., hlm. 214-218.
[5] Ibid., hlm. 45.
[6] Ibid., hlm. 49-67.
[7] Ibid., hlm. 47.
[8] Boer Mauna, Hukum
Internasional: pengertian peranan dan fungsi dalam era dinamika global
(Bandung: PT Alumni Pustaka, 2011) hlm 12-13
[9] Dedi
Supriyadi, Hukum Internasional: dari konsepsi sampai aplikasi (Bandung:
Pustaka Setia, 2013) hlm 30.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar