Rabu, 25 Mei 2016

Pengantar Hukum Internasional



Pengantar Hukum Internasional

Dosen Pengampu:
Karimatul Khasanah, S.H.I., M.S.I.,
Disusun oleh:
Agus Zainul Mustofa                   (15380097)

PRODI MUAMALAT
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2016





KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim...

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan hidayah, taufik, dan inayahnya kepada kita semua. Sehingga kami bisa menjalani kehidupan ini sesuai dengan ridhonya. Syukur Alhamdulillah kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan rencana. Makalah ini kami beri judul ilmu “Pengantar Hukum Internasional” dengan tujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pengantar Hukum Indonesia.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Karena beliau adalah salah satu figur umat yang mampu memberikan syafa’at kelak di hari kiamat.
Selanjutnya saya mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Karimatul Khasanah, S.H.I., M.S.I., selaku dosen pengajar mata kuliah Pengantar Hukum Indonesia, yang telah membimbing kami. Dan kepada semua pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah ini hingga selesai.
Saya mohon ma’af yang sebesar-besarnya apabila dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kesalahan didalamnya. Saya mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi tercapainya kesempurnaan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis umumnya dan khususnya bagi pembaca.







                  



DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................................
Daftar Isi.....................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang.......................................................................................................
B.    Rumusan Masalah.................................................................................................
C.    Tujuan Penulisan...................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Bagaimana Penjelasan Hukum Internasional........................................................
B. Apa Saja Cakupan Hukum Internasional..............................................................
BAB III PENUTUP
      A.    Kesimpulan...........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA  














BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Adanya hubungan yang terdapat antara anggota masyarakat Internasional karena adanya kebutuhan yang disebabkan antara lain oleh pembagian kekayaan dan perkembangan industri yang tidak merata di dunia seperti adanya perniagaan atau pula hubungan dilapangan, kebudayaan, ilmu pengetahuan, keagamaan, social dan olahraga mengakibatkan timbulnya kepentingan untuk memelihara dan mengatur hubungan bersama serta merupakan suatu kepentingan bersama. Untuk menertibkan, megatur dan memelihara hubungan Internasional inilah dibutuhkan hukum dunia menjamin unsur kepastian yang diperlukan dalam setiap  hubungan yang teratur. Masyarakat internasional pada hakikatnya adalah hubungan kehidupan antar manusia dan merupakan suatu kompleks kehidupan bersama yang terdiri dari aneka ragam masyarakat yang menjalin dengan erat.
Hukum internasional adalah  bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala internasional. Pada awalnya, hukum internasional hanya diartikan sebagai perilaku dan hubungan antar negara. Namun dalam perkembangan pola hubungan internasional yang semakin kompleks, pengertian ini kemudian semakin meluas sehingga hukum internasional juga mengurusi struktur dan organisasi internasional dan pada batas tertentu, perusahaan multi internasional dan individu.
Hukum internasional merupakan hukum bangsa-bangsa, hukum antar bangsa atau hukum antar negara. Hukum bangsa-bangsa dipergunakan untuk menunjukkan kepada kebiasaan danaturan hukum yang berlaku dalam hubungan antara raja-raja zaman dahulu. Hukum antar bangsa atau hukum antar negara menunjukkan pada komkpleks kaedah dan asas yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa atau negara.

B. Rumusan Masalah
1.      Bagaimana penjelasan hukum internasional?
2.      Apa saja cakupan hukum internasional?
C. Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui Pengertian penjelasan hukum internasional.
2.      Mengetahui apa saja cakupan hukum internasional.

Bab II
Pembahasan

A. Penjelasan Hukum Internasional
1.    Istilah dan Pengertian Hukum Internasional
Secara terminologis, penggunaan istilah hukum internasional mengalami fase yang panjang sampai istilah ini digunakan dan disepakati oleh para ahli. Hal ini menunjukkan bahwa kelahiran hukum internasional merupakan ilmu tua yang sampai saat ini berlaku dan digunakan. Istilah international law atau hukum internasional publik (public international law) merupakan istilah yang lebih populer digunakan saat ini daripada istilah hukum bangsa-bangsa (law of nations) atau hukum antar negara (interstate law). Dua istilah terakhir ini tidak digunakan lagi karena tidak sesuai dengan kebutuhan dan dinamika zaman.[1] Beberapa uraian ditetapkannya istilah hukum internasioanl dan bukan hukum bangsa-bangsa, hukum antar bangsa atau hukum antarnegara terutama didasarkan pertimbangan bahwa istilah ini paling endekati kenyataan dan sifat hubungan dan masalah yang menjadi objek bidang hukum ini. Istilah hukum internasional tidak mengandung keberatan, karena perkataan internasional walaupun menurut asal katanya searti dengan antarbangsa  sedah lazim dipakai orang untuk segala hal atau peristiwa yang melintasi batas wilayah suatu negara.
Beberapa pembedaan dalam penggunaan istilah tersebut:
·      Hukum bangsa-bangsa akan dipergunakan untuk menunjukkan pada kebiasaan dan aturah (hukum) yang berlaku dalam hubungan antara raja-raja zaman dahulu, ketika hubungan denikian baik karena jarangnya maupun karen asifat hubungannya, belum dapat dikatakan merupakan hubungan antar anggota  antar suatu masyarakat bangsa-bangsa.
·      Hukum antarbangsa atau hukum antarnegara akan dipergunakan untuk merujuk pada kompleks pada kaidah dan asas yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa atau negara-negara.
·      Hukum internasional yang dimaksudkan hukum internasional (publik) modern yangs elain mebatur hubungan antara negara dengan negara, mengatur pula hubungan antara negara dengan subyek hukum lainnya bukan negara dan antara subyek hukum bukan negara satu dengan lainnya. Taraf perkembangan hukum internasional yang terakhir ini ditandai oleh muncul dan berkembangnya berbagai organisasi internasional, setelah Perang Dunia I dan II, lebih-lebih lagi dari hukum antar negara yang tradisional dicirikan oleh berbagai perubahan yang radikal ke arah suatu hukum internasional modern pada dewasa ini boleh dikatakan sedang  mengalami masa peralihan yang maha hebat.
Dari uraian diatas dapat pengertian Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara antara:
1). Negara dengan negara
2). Negara dengan subyek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain.[2]
Pada aplikasainya wujud pelaksanaan hukum international dibagi menjadi menjadi 2 bagian berupa perjanjian tertutup dan perjanjian terbuka. Contoh perjajian international yang tertutup diantaranya adalah :

1)    Perjanjian bilateral       : Yaitu perjanjian international yang mencakup 2 negara.
2)    Perjanjian trilateral      : Yaitu perjanjian international yang dilakukan oleh 3 negara.
3)    Perjanjian regional       : Yaitu perjanjian international yang dilakukan oleh 2 wilayah/kawasan.

Adapun wujud pelaksanaan hukm international secara terbuka adalah :
1)      Perjanjian multilateral : Yaitu perjanjian international yang dilakukan oleh banyak negara.
2)      Perjanjian universal      3: Yaitu perjanjian international yang dilakukan oleh seluruh negara di dunia.
B. Cakupan Hukum Internasional.
1.      Sifat Hukum Internasional
Sifat adalah sesuatu yang melekat pada sesuatu dan merupakan ciri utamanya. Begitu pula hukum internasional memiliki sifat koordinatif. Koordinatif artinya sederajat, tidak ada yang tinggi dan yang rendah dalam hukum internasional. Hal ini berbeda dengan hukum-hukum nasional yang bersifat subordinatif. Dalam tulisan safriani dijelaskan bahwa subordinatif memiliki hubungan tinggi-rendah antara yang diperintah rakyat dan yang memerintah (penguasa/pemerintah). Suka tidak suka seorang warga negara harus tunduk pada aturan yang dibuat oleh pemerintahannya. Tidak demkian halnya dengan hukum internasional. Hubungan internasional yang diatur oleh hukum internasional dilandasi oleh persamaan kedudukan antar anggota masyarakat bangsa-bangsa. Tidak adapun satu bangsa yang lebih tinggi dari yang lain. kedudukan tertinggi dalam struktur masyarakat internsional adalah masyarakat internasional itu sendiri. Selain itu tidak ada badan supranasional ataupun pemerintahan dunia yang memiliki kewenangan membuat, sekaligus memaksakan berlakunya aturan internasional.[3]
2.         Subjek Hukum Internasional
Subjek hukum internasioanal adalah setiap pemilik, pemegang, atau pendukung hak dan pemikul kewajiban berdasarkan hukum intrnasional. Beberapa hal yang berkaitan dengan subyek hukum internasional, yaitu sebagai berikut.
Pertama, subyek-subyek hukum internasional dibedakan ke dalam dua kelompok, yaitu negara dan subyek hukum bukan negara.
Kedua, ruang lingkup atau substansi dari hukum internasional meliputi:
a.       Hubungan atau persoalan hukum antara negara dengan negara
b.      Hubungan atau persoalan hukum anata negara dan subjek hukum bukan negara
c.       Hubungan atau persoalan hukum antara satu subjek hukum bukan negara dan lainnya.
Bentuk-bentuk Subyek Hukum Internasional
a)      Negara
Negara adalah subjek hukum internasional dalam ari klasik dan telah seperti itu sejak lahirnya hukum internasional. Dalam suatu negara federal, pengembangan hak dan kewajiban subjek hukum internasional adalah pemerintah federal. Akan tetapi, kadang-kadang konstitusi federal memungkinkan negara bagian mempunyai hak dan kewajiban yang terbatas atau melakukan hal yang biasa dilakukan oleh pemerintah federal.
b)      Takhta Suci
Takhta suci (Vatican) merupakan suatu contoh dari suatu subjek hukum internasioanl yang telah ada sejak dahulu disamping negara. Hal ini merupakan peninggalan-peninggalan (kelanjutan) sejarah sejak zaman dahulu ketika Paus bukan hanya kepala gereja Roma, tetapi memiliki pula kekuasaan duniawi. Hingga sekarang takhta suci mempunyai perwakilan diplomatik di banyak ibu kota terpenting di dunia (antara lain dijakarta) yang sejajar kedudukannya dengan wakil diplomatik negara-negara lain. Takhta Suci merupakan suatu hukum dalam arti yang penuh yang sejajar kedudukannya dengan negara. Hal ini terjadi, terutama setelah diadakannya perjanjian antara Italia dan Takhta suci pada tanggal 11 februari 1929 (lateran Treaty)yang mengembalikan sebidang tanah di Roma kepada Takhta Suci dan dimungkinkan didirikannya negara vatikan, yang dengan perjanjian itu sekaligus dibentuk dan diakui. Dalam kategori yang sama yaitu subjek hukum internasional karena sejarah, walaupundalam arti yang jauh dari terbatas dapat pula disebut suatu satuan yang bernama Order of The Kenights of Malta. Himpunan ini hanya diakui oleh beberapa negara sebagai subjek hukum internasional.
c)      Palang Merah Internasional
Palang Merah Internasional yang berkedudukan di Jenewa mempunyai tempat tersendiri (unik) dalam sejarah hukum internasional. Organisasi ini dapat dikatakan suatu subjek hukum yang (terbatas) lahir karena sejarah, walaupun kemudian kedudukannya (status) diperkuat dalam perjanjian dan konvensi Palang Merah (sekarang konvensi Jenewa tahun 1949 tentang Perlindungan Korban Perang). Sekarang, Palang Merah Internasional secara umum diakui sebagai organisasi internasional yang memiliki kedudukan sebagai subjek hukum internasional walaupun dengan ruang lingkup yang sangat terbatas.
d)     Organisasi Internasional
Organisasi internasional seperti Perserikata Bangsa-Bangsa (PBB) dan Organisasi Buruh Indonesia (ILO) mempunyai hak dan kewajiban yang ditetapkan dalam konvensi-konvensi internasional yang merupakan semacam anggaran dasarnya. Berdasarkan kenyataan ini, bahwa PBB dan organisasi internasional semacamnya merupakan subjek hukum internasional, setidak-tidaknya menurut hukum internasional khusus yang bersumberkan konvensi internasional. Hal yang masih menjadi persoalan yuridis pada waktu itu adalah menegaskan bahwa PBB dan organisasi sejenis itu merupakan subjek hukum menurut hukum internasional (umum). Dalam hubungan ini, penting sekali Advisony Opinion yang diberikan oleh Mahkamah Internasional tentang kasus Reparation of Injuries.
e)      Orang Perseorangan (Individu)
Dalam perjanjian Perdamain Versailes tahun 1919 yang mengakhiri Perang Dunia I antara Jerman, Inggris, dan perancis, dengan setiap sekutunya, terdapat pasal-pasal yang memungkinkan individu mengajukan perkara ke hadapan Mahkamar Arbitrage Internasional. Dengan demikian, sudah ditinggalkan dalil lama bahwa negara yang bisa menjadi pihak di hadapan suatu peradilan internasional. Ketentuan yang serupa terdapat dalam perjanjian antara Jerman dan Polandia tahun 1922 mengenai Silesia Atas (Upper Silesia). Lebih penting atinya bagi perkembangan pengertian individu sebagai subjek hukum internasional dari beberapa ketentuan diatas yang bertujuan melindungi hak minoritas adalah keputusan Mahkamah Internasional Permanen (Permanent Court of International Justice) dalam perkara yang menyangkut pegawai kereta api Danzig (Danzig Railway Offical’s Case). Dalam perkara ini diputuskan oleh Mahkamah bahwa apabila suatu perjanjina internasional memberikan hak tertentu kepada orang perseorangan, hak itu harus diakui dan mempunyai daya laku dalam hukum internasional, artinya diakui oleh badan peradilan internasional.[4]
3.    Bentuk-Bentuk Sumber Hukum Internasional
Bentuk sumber hukum internasional dipertegas pula dalam hukum internasional bahwa sumber tertulis yang ada di dalam konvensi yang menjadi sumber hukum internasional, yaitu Konvensi Den Haag XII, pasal 7, tanggal 18 oktober 1907, yang mendirikan Mahkamah Internasional Perampasan Kapal di Laut (International Prize Court) dan Piagam mahkamah Internasional Permanen, pasal 38 tanggal 16 Desember 1920, yang tercantum dalam pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional tanggal 26 juni 1945.[5]
Sumber Hukum Internasional
1)      Sumber hukum formal bagi hukum internasional
a.       Perjanjian internasional (treaty)
Adalah perjanjian yang dibuat atau dibentuk oleh dan anggota masyarakat internasional sebagai subjek hukum internasional dan bertujuan mengakibatkan hukum tertentu.
b.      Kebiasaan internasional
Mochtar Kusumaatmadja menguraikan bahwa sebuah kebiasaan internasional perlu memenuhi unsur-unsur berikut:
·         Adanya kebiasaan yang bersifat umum dan diterapkan berulang dari masa ke masa.
·         Kebiasaan itu bisa diterima sebagai hukum
c.       Prinsip hukum umum
Prinsip umum adalah asas hukum yang mendasari sistem hukum modern.
d.      Karya yuridis (yuristic work)
e.       Keputusan-keputusan organ/lembaga internasional (descrisions of the organs of international institution)
f.       Yurisprudensi (keputusan pengadilan) dan pendapat ahli hukum internasional
Keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana hanya merupakan sumber subsidier atau sumber tambahan. Artinya, keputusan pengadilan dan pendapat sarjana dapat dikemukakan untuk membuktikan adanya kaidah hukum internasional mengenai permasalahan yang didasarkan atas sumber primer yaitu perjanjian internasional, kebiasaan, dan asas hukum umum.[6]
2)      Sumber hukum material bagi hukum internasional[7]

4.      Hubungan Antara Hukum Internasional dan Hukum Nasional
       Mengenai hubungan antara perangkat hukum ini terdapat 2 aliran yaitu monisme dan dualisme. Menurut pandangan monisme, semua hukum merupakan satu sistem kesatuan hukum yang mengikat apakah terhadap individu-individu dalam suatu negara ataupun  terhadap negara-negara dalam masyarakat internasional.  Tokoh-tokoh aliran monisme ini adalah Kelsen dan George Scelle. Sebaliknya para pendukung aliran dualisme seperti Triepel dan Anzilotti menganggap bahwa hukum internasional dan hukum nasional adalah 2 sistem hukum yang terpisah, berbeda satu sama lain. Menurut aliran dualisme ini perbedaan tersebut terdapat pada:
1)      Perbedaan Sumber Hukum
Hukum nasional bersumberkan pada hukum kebiasaan dan hukum tertulis suatu negara sedangkan hukum internasional berdasarkan pada hukum kebiasaan dan hukum yang dilahirkan atas kehendak bersama negara-negara dalam masyarakat internasional.
2)      Perbedaan Mengenai Subjek
Subjek hukum Nasional adalah individu-individu yang terdapat dalam suatu negara sedangkan subjek hukum internasional adalah negara-negara masyarakat intenasional.
3)      Perbedaan Mengenai kekuakatn Hukum
Hukum nasional mempunyai kekuatan mengikat yang penuh dan sempurna kalau dibanding dengan hukum internasional yang lebih banyak bersifat mengatur hubungan negara-negara secara horizontal.
Pandangan dualisme ini dibantah golongan monisme dengan alasan bahwa:
a.       Walaupun kedua sistem hukum itu mempunyai istilah yang berbeda, namun subjek hukumnya tetap sama yaitu bukankah pada akhirnya yang diatur oleh hukum internasional adalah individu-individu yang terdapat dalam suatu negara.
b.      Sama-sama mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Disaat diakuinya uhkum internasional sebagai sistem hukum maka tidaklah mungkin untuk dibantah bahwa hukum internasional dan hukum nasional merupakan bagian dari satu kesatuan ilmu hukum dan karena itu kedua perangkat hukum tersebut sama-sama mempunyai kekuatan mengikat apakah terhadap individu-individu ataupun negara.
            Dipatuhinya kaidah-kaidah hukum internasional adalah wajar karena pembentukan perangkat tersebut adalah atas dasar kehendak negara-negara yag secara bebas dirumuskan dalam berbagai instrumen yuridik internasional. Menolak hukum internasional dapat berarti penolakan terhadap apa yang telah dikehendaki dan diputuskan bersama oleh negara-negara untuk mencapai tujuan bersama. Penolakan terhadap hukum internasional adalah tidak mungkin, karena dalam prakteknya semua tindak tanduk negara dalam hubungan luar negerinya berpedoman dan didasarkan atas asas-asas serta ketentuan yang terdapat dalam hukum internasional itu sendiri.[8]
5.      Kekuatan Mengikat Hukum Internasional
Menurut aliran hukum positif, hukum mengikat masyarakat atau masyarakat tunduk pada hukum karena masyarakat itulah yang membutuhkan hukum untuk mengatur kehidupannya. Jika pandangan hukum positif ini dihubungkan dengan hukum internasional, hukum internasional berlaku dan mengikat masyarakat internasional karena masyarakat internasional itulah yang membutuhkan dan menghendaki untuk tunduk dan terikat pada hukum internasional. Jadi, ada faktor kehendak negara yang menyebabkan masyarakat internasional untuk tunduk dan terikat pada hukum internasional. Hanya, persoalannya adalah maksud dengan kehendak negara. Apakah kehendak negara secara individual atau kehendak negara secara bersama.[9]
Seorang penganut aliran hukum positif, George Jellinek, yang dikenal sebagai penganut teori kedaulatan negara (State sovereignty), berpendapat bahwa negara-negara sebagai pribadi hukum yang memiliki kedaulatan bersedia untuk tunduk dan terikat pada hukum internasional karena negara-negara itulah yang menghendakinya. Ini merupakan manifestasi dari kedaulatannya. Sebaliknya, jika suatu saat negara-negara memandang tidak ada manfaatnya lagi untuk tunduk dan terikat pada hukum internasional, negara-negara itupun memiliki kehendak bebas untuk tidak terikat lagi pada hukum internasional. Jadi berdasarkan kehendaknya itu, negara-negara bebas menyatakan untuk tunduk dan terikat atau tidak pada hukum internasional. Apabila suatu negara memandang untuk tunduk dan terikat pada hukum internasional, negara itu bisa menyatakan dirinya bersedia untuk terikat. Jadi, negara bersedia secara sukarela dibatasi oleh hukum internasional. Sebaliknya, jika kemudian negara yang bersangkutan memandang tidak diperlukannya lagi untuk terikat, negara itupun dapat menyatakan dirinya tidak terikat pada hukum internasional. Hal ini berarti, George Jellinek menempatkan kedaulatan negara dalam kedudukan yang lebih tinggi dari pada hukum internasional. Pandangan George Jellinek ini dikenal pula dengan teori pembatasan diri sendiri (self limitation theory).
Apabila pandangan George Jellinek diterapkan secara konsekuen, akan menimbulkan akibat yang fatal. Jika daya mengikat hukum internasional digantungkan pada kehendak negara, baik secara individual maupun secara bersama-sama, terjadilah ketidakpastian hukum. Ketidak pastian hukum dalam pengertian yang paling ekstrem, sama dengan kekacauan, dan kekacauan yang paling kacau adalah keadaan tanpa hukum, yang setiap pihak merasa memiliki kebebasan tanpa batas. Inilah yang disebut anarkisme.
Penganut aliran hukum yang lain mencoba menjawab persoalan tentang hakikat dan daya mengikat hukum internasional adalah Zorn, Anzilloti dan Triepel yang pandangannya dapat digolongkan sebagai teori kehendak atau persetujuan bersama bersama (common will atau common consent theory). Menurutnya, hakikat dan daya mengikat hukum internasional tidak terletak pada kehendak sepihak negara-negara, tetapi pada kehendak bersama negara-negara. Jika negara-negara tunduk pada hukum internasional, hal itu karena adanya kehendak bersama untuk tunduk dan terikat pada hukum internasional. Oleh karena itu, jika pada suatu waktu ada satu atau beberapa negara tidak lagi bersedia untuk tunduk dan terikat pada kehidupannya, harus memenuhi kebutuhan ataupun kepentingannya. Untuk itu, agar tidak saling bertentangan antara satu dan lainnya, mereka membutuhkan pengaturan berupa kaidah hukum, supaya terwujud kehidupan sosial yang aman, damai, adil, dan tentram. Jika semua itu tidak diatur sedemikian rupa, tidak akan terwujud kehidupan bersama, seperti yang mereka inginkan.
Sesuai dengan pandangannya tentang hukum pada umumnya, tidak ada perbedaan yang tegas antara hukum nasional dan hukum internasional sebab keduanya hanya merupakan bagian dan hukum pada umumnya. Menutur Hans Kelsen, hukum mengikat individu, baik individu yang hidup dalam suatu negara maupun individu yang hidup berorganisasi dalam bentuk suatu negara. Pandangan ini didasari oleh anggapan Hans Kelsen bahwa negara dan individu adalah sama. Negara adalah kumpulan individu. Apabila negara tunduk pada hukum internasional, yang tunduk pada hukum internasional adalah individu-individu itu yang hidup berkumpul membentuk sebuah negara. Dengan demikian, subjek hukum internasional sama dengan subjek hukum nasional, yaitu individu.
Berdasarkan uraian di atas, menurut mazhab sosiologis, manusia atau masyarakat tunduk pada hukum sebab mereka yang membutuhkan hukum. Berbeda dengan masyarakat internasional yang tunduk pada hukum internasional. Tidak berbeda dengan masyarkat pada umumnya bahwa msyarakat internasional, khususnya negara-negara itu memang membutuhkan hukum internasional untuk mengatur kehidupannya.[10]
6.      Kelemahan Hukum Internasional
Kelemahan yang paling menonjol dalam hukum internasional dibandingkan hukum nasional adalah hukum internasional tidak memiliki lembaga formal seperti badan legislatif, polisi, jaksa, kepala pemerintahan, baik pusat maupun daerah (eksekutif) serta pengadilan yang memiliki yuridiksi wajib kepada penduduknya.
Menurut Martin Dixon, hukum internasional tidak memiliki badan legislatif pembuat aturan hukum, tidak memiliki polisi, jaksa, kepala pemerintahan sebagai eksekutif, bahkan tidak memilikinpengadilan yang memiliki yuridiksi wajib terhadap negara yang melakukan pelanggaran hukum internasional. Hukum internasional sangat kekurangan institusi formal.
Dengan demikian, tidak heran banyak pihak meragukan eksistensi hukum internasional. Hukum internasional bukan sebagai hukum sesungguhnya. Menurut John Austin sebagaimana dikutip oleh Scwarzenberger, hukum internasional hanya layak dikategorikan sebagai positive morality karena tidak memiliki badan legislatif dan sanksinya tidak dapat dipaksakan. Banyak pihak mengamini pendapat ini, apalagi realitas menunjukkan banyaknya pelanggaran hukum internasional dilakukan, seperti Amerika Serikat, juga Israel tidak pernah ada sanksi.
Kelemahan institusional dan polisional itu yang membuat cukup banyak sanksi hukum internasional serta keputusan-keputusan pengadilan internasional mengalami hambatan dalam pelaksanaannya, termasuk juga resolusi-resolusi Dewan Keamanan PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) yang kurang dapat diwujudkan secara konkrit. Oleh karena itu ada beberapa pakar berpendapat bahwa hukum internasional bukan hukum dalam arti sebenarnya.
Hal itu disanggah oleh pakar lainnya, antara lain Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja yang mengemukakan bahwa ada hukum agama (syariah atau hukum Islam, misalnya) serta hukum adat yang tetap diakui keberadaannya, walau sanksi-sanksinya tidak selalu ditegakan oleh aparat polisional. Lalu dalam perkembangan dewasa ini kita lihat ada kemajuan cukup berarti dalam penegakan sanksi hukum internasional, antara lain peradilan pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) atas pembunuhan massal dan kejahatan kemanusiaan di Rwanda dan Serbia (Yugoslavia), peradilan kejahatan seksual dalam perang (Women International War Crimes on Militery Sexual Abuses, 8 sampai 12 Desember 2000, di Tokyo, Jepang).
PENUTUP
Kesimpulan
A.    Penjelasan Hukum Internasional
Secara terminologis, penggunaan istilah hukum internasional mengalami fase yang panjang sampai istilah ini digunakan dan disepakati oleh para ahli.
pengertian Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara antara:
1). Negara dengan negara
2). Negara dengan subyek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain.
B. Cakupan Hukum Internasional.
1.      Sifat Hukum Internasional
2.      Subjek Hukum Internasional
3.      Bentuk-Bentuk Sumber Hukum Internasional
4.      Hubungan Antara Hukum Internasional dan Hukum Nasional
5.      Kekuatan Mengikat Hukum Internasional
6.      Kelemahan Hukum Internasional







DAFTAR PUSTAKA

Supriyadi, Dedi. 2013. Hukum Internasional. Bandung: Pustaka Setia
Mauna, Boer. 2011. Hukum Internasional. Bandung: PT Alumni Pustaka
Kusumaatmadja, Mochtar. 2013. Pengantar Hukum Internasional. Bandung: Alumni Pustaka.


[1] Dedi Supriyadi, Hukum Internasional: dari konsepsi sampai aplikasi (Bandung: Pustaka Setia, 2013) hlm. 13.
[2] Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional (Bandung: Alumni, 2013) hlm. 4.
[3] Dedi Supriyadi, Hukum internsional: dari... hlm.9-10.
[4] Ibid., hlm. 214-218.
[5] Ibid., hlm. 45.
[6] Ibid., hlm. 49-67.
[7] Ibid., hlm. 47.
[8] Boer Mauna, Hukum Internasional: pengertian peranan dan fungsi dalam era dinamika global (Bandung: PT Alumni Pustaka, 2011) hlm 12-13
[9] Dedi Supriyadi, Hukum Internasional: dari konsepsi sampai aplikasi (Bandung: Pustaka Setia, 2013) hlm 30.
[10] Ibid., hlm. 36.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar