Hukum Talak Dalam Islam

Dosen
Pengampu:
Hj.
Fatma Amilia, S. Ag., M. Si.
Disusun
oleh:
Agus
Zainul Mustofa (15380097)
PRODI
MUAMALAT
FAKULTAS
SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2016
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim...
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan hidayah, taufik, dan inayahnya kepada kita semua. Sehingga
kami bisa menjalani kehidupan ini sesuai dengan ridhonya. Syukur
Alhamdulillah kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan rencana.
Makalah ini kami beri judul ilmu “Hukum Talak Dalam Islam” dengan
tujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hukum Perkawinan Islam.
Sholawat serta
salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Karena
beliau adalah salah satu figur umat yang mampu memberikan syafa’at kelak di
hari kiamat.
Selanjutnya
saya mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Hj. Fatma Amilia, S. Ag., M. Si. selaku dosen pengajar mata kuliah Hukum
Perkawinan Islam, yang telah membimbing kami. Dan kepada semua pihak
yang terlibat dalam pembuatan makalah ini hingga selesai.
Saya mohon ma’af
yang sebesar-besarnya apabila dalam penulisan makalah ini terdapat banyak
kesalahan didalamnya. Saya mengharapkan saran dan
kritik yang membangun demi tercapainya kesempurnaan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi penulis umumnya dan khususnya bagi pembaca.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................................
Daftar
Isi.....................................................................................................................
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................................................
B. Rumusan Masalah.................................................................................................
C. Tujuan
Penulisan...................................................................................................
BAB
II PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Macam-Macam Talak...................................................................
B. Rukun dan Syarat Talak........................................................................................
C. Persaksian dan Hukum Talak................................................................................
D. Akibat dan Tata Cara Perceraian Talak.................................................................
BAB
III PENUTUP
A.
Kesimpulan...........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Syariat Islam menetapkan bahwa
akad pernikahan antara suami istri untuk selama hayat dikandung badan, sekali
untuk nikah untuk selama hidup, agar didalam ikatan pernikahan suami istri bias
hidup bersama menjalin kasih saying untuk mewujudkan keluarga bahagia yang
penuh ketenangan hidup serta memelihara dan mendidik anak anak sebagai generasi
yang handal.
Tujuan
mulia yang dalam melestarikan dan menjgaga kesinambungan hidup rumah tangga,
ternyata bukanlah suatu perkara yang mudah untuk dilaksanakan. Banyak kita
jumpai bahwa tujuan mulia perkawinan tidak dapat diwujudkan secara baik.
Factor-faktor yang mempengaruhi antara lain: factor psikologis, biologis,
ekonomis, pandangan hidup, perbedaan kecenderungan, dan lain sebagainya. Agama
Islam tidak menutup mata terhadap hal-hal tersebut.agama Islam membuka jalan
keluar dari krisis atau kesulitan rumah tangga yang yang tidak dapat diatasi
lagi. Jalan keluar tersebut dimungkinkan yaitu dengan jalan perceraian. Jalan
keluar ini tidak boleh ditempuh kecuali dalam keadaan terpaksa atau darurat.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian
dan macam-macam talak?
2. Bagaimana rukun dan syarat talak?
3. Bagaimana persaksian dan hukum talak?
4. Bagaimana akibat dan tata cara perceraian
talak?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Pengertian
dan macam-macam talak.
2. Mengetahui rukun dan syarat talak.
3. Mengetahui persaksian dan hukum talak.
4. Mengetahui akibat dan tata cara perceraian talak.
Bab II
Pembahasan
A.
Pengertian dan Macam-Macam Talak
Dalam islam,
perkawinan merupakan suatu ikatan, dan ikatan itu harus diupayakan terjalin
dengan utuh. Namun tidak demikian apabila secara manusiawi ikatan perkawinan
dalam keluarga itu menjadi mustahil untuk dipertahankan. Hanya dalam keadaan
yang tidak dapat dipertahankan itu sajalah perceraian itu diizinkan dalam
syari’ah.
a.
Pengertian Talak
1.
Talak menurut bahasa adalah “membuka ikatan, baik ikatan nyata
seperti ikatan kuda atau ikatan tawanan ataupun ikatan ma’nawi seperti nikah”,
adapun arti secara bahasa yang lain adalah “melepaskan ikatan dan membiarkan
lepas. Oleh karena itu dikatakan unta yang lepas. Artinya unta yang dibiarkan
tergembala kemana saja ia kehendaki. ”
2.
Sedangkan menurut istilah adalah menghilangkan ikatan pernikahan atau
mengurangi pelepasan ikatan dengan menggunakan kata-kata tertentu.
3.
Dan menurut syara’ ialah melepaska tali perkawinan dan mengakhiri
tali pernikahan suami istri,.
b.
Macam-macam Talak
Ø Talak ditinjau
dari segi waktu menjatuhkan talak :
1.
Talak Sunni, talak yang dijatuhkan sesuai dengan tuntutan sunnah
dan harus memenuhi 3 syarat :
a)
Istri yang ditalak sudah pernah dikumpuli
b)
Istri dapat segera melakukan iddah suci setelah ditalak, yaitu
istri dalam keadaan suci dari haid
c)
Talak itu dijatuhkan ketika istri dalam keadaan suci.
2.
Talak Bid’I, talak yang tidak sesuai dengan tuntunan sunnah, antara
lain
a)
Talak yang dijatuhkan terhadap istri pada waktu istri tersebut haid
b)
Talak yang dijatuhkan ketika istri dalam keadaan suci,tetapi sudah
pernah dikumpuli suaminya ketika dia dalam keadaan suci
3.
Talak La Sunni Wa Bid’I, yaitu talak yang tidak termasuk dalam
katagori talak sunni dan bid’I yaitu :
a)
Talak yang dijatuhkan jepada isrti yang belum pernah dikumpuli
b)
Talak yang dijatuhkan ketika istri belum pernah haid atau istri telah
lepas dari masa haid (menopause)
c)
Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang sedang hamil
Ø Talak ditinjau
dari segi lafadz atau kata-kata :
1.
Talak Sharih, yaitu talak yang dijatuhkan menggunakan kata-kata At-Thalaq
atau Al-Firaq atau As-Sara yang ada didalam Al-Qur’an atau
hadist, maka jatuhlak talak walaupun tanpa niat. Umpamanya seorang suami
mengatakan kepada istrinya “engkau aku talak, aku pisahkan engkau” lafadz ini
disebut dengan Talak Sharih
2.
Talak Kinayah atau Kiyasan, yaitu talak dengan menggunakan lafadz
sindiran atau samar-samar. Talak itu akan jatuh apabila talak itu diniatkan
untuk mentalak dan tidak jatuh talak jika itu tidak diniatkan untuk mentalak,
namun dia tercela dalam akhlaqnya karena mempermainkan talak.
Ø Talak dtinjau
dari segi boleh tidaknya suami rujuk kembali pada istrinya, setelah istri
ditalak :
1.
Talak Raj’I, adalah talak yang dijatuhkan satu kali. Apabila istri
berstatus iddah talak raj’I dan sebelum habis masa iddahnya ,suami boleh rujuk
dengan tanpa akad nikah yang baru, tanpa persaksian dan tanpa mahar yang baru
pula .
2.
Talak Ba’in, adalah taak yang tidak boleh rujuk lagi, akan tetapi
keduanya boleh berhubungan kembali menjadi suami istri sesudah habis tenggang
waktu iddah dengan jalan melalui proses perkawinan kembali, yang terdiri dari
talak itu berupa talak satu atau dua dengan memakai suatu pembayaran (iwadh),
dan talak satu atau dua tidak pakai iwadh, tetapi suami belum mencampuri
istrinya.
a)
Talak bain sughra, yaitu talak yang menghilangkan hak-hak untuk
rujuk kembali tetapi tidak menghilangkan hak untuk nikah kembali.
b)
Talak Bain kubra, yaitu talak yang dijatuhkan ketiga kalinya dimana
suami istri tidak dapat rujuk dan kawin lagi diantara mereka, sebelum si istri
dinikahi oleh orang lain dahulu dan talak karena li’an (tuduhan zina) mereka
tidak dapat nikah kembali selama-lamanya.
Ø Talak ditinjau
dari cara menyampaikan talak :
1.
Talak dengan ucapan, yaitu talak yang disampaikan oleh suami dengan
ucapan lisan dihadapan isterinya mendengar secara langsung ucapan suaminya itu.
2.
Talak dengan tulisan, yaitu talak yang disampaikan oleh seorang
suami secara tertulis, lalu disampaikan kepada isterinya, kemudian isteri
tersebut membacanya serta memahami maksud dan isinya.
3.
Talak dengan isyarat, yaitu talak yang dilakukan dalam bentuk
isyarat oleh suami yang tuna wicara
4.
Talak dengan utusan, yaitu talak yang disampaikan suami kepada
isterinya melalui perantara orang lain sebagai utusan darinya untuk
menyampaikan maksud mentalak isterinya
tersebut.
B.
Rukun dan Syarat Talak
a.
Suami, adalah orang yang memiliki talak dan yang berhak
menjatuhkanya. Ada 3 persyaratan agar talak yang dijatuhkanya sah
1.
Hendaklah ia orang yang berakal, oleh karena itu tidak sah talak
dari suami yang gila. Gila yang dimaksud disini adalah orang yang hilang
akalnya atau rusak akalnya karena sakit, baik karena sakit pitam sakit panas
atau sarafnya rusak
2.
Baligh, oleh karena itu tidak sah talak anak kecil yang belum
baligh, walaupun dia telah mumayyiz tapi masih dibawah umur 10 tahun
3.
Atas Kemauan Sendiri, oleh karena talak tidak sah jika paksaan
orang lain
b.
Isteri, tidak sah talak kepada orang lain yang bukan isterinya.
Syarat isteri yang jatuh talak kepadanya :
1.
Isteri tersebut masih berada dalam lingkungan kekuasaan suami,
walaupun ia dalam keadaan iddah talak raj’I , maka jatuh talaknya dan dihitung
sebagai tambahan talak yang dijatuhkan terhadapnya sebelumnya.
2.
Isteri yang ditalak bukanlah budak yang bersangkutan
3.
Isteri tersebut masih terikat dalam suatu ikatan pernikahan yang
sah.
c.
Sighat Talak, adalah lafadz yang menunjukkan putusnya ikatan
perkawinan, baik lafadz sharih maupun lafadz kinayah. Ada 2 syarat sighat talak
1.
Lafadz itu menunjukkan talak, baik sharih maupun kinayah, oleh
karena itu tidak sah talak dengan perbuatan, misalnya seorang sedang marah maka
dia kembalikan maharnya, atau dia kembalikan harta bendanya tanpa menyebut
lafadz talak.
2.
Lafadz tersebut dimaksudkan sebagai ucapan talak buakn karena
keliru. Umpamanya orang mengatakan ; anti thaahiratun (engkau suci),
lidahnya keseleo mengatakan anti thaaliqun (engkau ku talak). Dalam
keadaan seperti ini talaknya tidak jatuh.
d.
Al-Qashdu (kesengajaan), artinya ucapan talak itu memang
dimaksudkan oleh yang bersangkutan untuk menjatuhkan talak, bukanya untuk
maksud lain. Misalnya seorang isteri bernama thaahiratun (orang yang suci)dan
suaminya salah memanggil ya thaaliqatu (wahai orang yang tertalak), maka hal
seperti ini tidak jatuh talaknya.
C. Persaksian
dan Hukum Talak
a.
Persaksian Talak
Para ahli fiqih berpendapat bahwa talak dapat terjadi tanpa
persaksian, sebagaimana firman Allah SWT. :
“Apabila kamu mentalak isteri-isterimu lalu sampai dekat dengan
iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma’ruf, atau ceraikanlah
mereka dengan cara yang ma’ruf pula”
Berbeda dengan pendapat fuqaha golongan syi’ah imamiyah mengatakan
bahwa adanya persaksian dalam talak adalah merupakan syarat bagi sah tidaknya
talak tersebut, dengan mengacu pada firman Allah SWT.
“Dan bersaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil diantara kamu,
dan hendaklah kamu tegakkan persaksian itu karena Allah”. (QS. At-Thalaq ; 2)
Di Indonesia, undang-undang nomer 1 tahun 1974
(1)
Bercerai hanya dapat dilakukan didepan siding pengadilan setelah
pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua
belah pihak.
Peraturan pemerintah nomer 9 tahun 1975 pasal 14, 16, 19 lebih
condong terhadap keharusan adanya persaksian dalam persaksian talak ini.
(14) seorang suami yang telah melangsungkan perkawinan menurut
agama islam, yang akan menceraikan isterinya ; mengajukan surat kepada
pengadilan ditempat tinggalnya, yang berisi pemberitahuan bahwa ia bermaksud
menceraikan isterinya disertai dengan alasan-alasanya serta meminta kepada
pengadilan agar diadakan siding untuk keperluan itu.
(16) pengadilan hanya memutuskan untuk memutuskan sidang pengadilan
untuk menyaksian perceraian yang dimaksud dalam pasal 14 apabila memang
terdapat alasan-alasan seperti yang dimaksud dalam pasal 19.
(19) pengadilan berpendapat bahwa suami isteri yang bersangkutan
tidak mungkin lagi didamaikan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
b.
Hukum Menjatuhkan Talak
Jalan ini diperbolehkan akan
tetapi perceraian tersebut sangat dibenci dan dilaknat Allah SWT. bila
dilakukan dengan cara sewenang-wenang. Golongan Hanafiyah dan Hanbali
mengatakan hukum talak ini terlarang kecuali dalam keadaan darurat. Alasan
mereka adalah sabda Rasulluah saw. :
“Allah melaknat tiap-tiap orang yang suka merasai dan bercerai,
yaitu orang yang suka kawin dan cerai” alasan lain golongan ini melarang perceraian kecuali dalam keadaan
darurat.
“perkara halal yang paling dibenci Allah adalah menjatuhkan talak”
Disamping itu syariat islam melarang keras seorang perempuan
berusaha membujuk suami agar menceraikan isretinya karena ia ingin menggantikan
kedudukan tersebut. Sabda Rasullulah saw :
“Dari Abu Hurairah ra, bahwa sesungguhnya Rasulluah saw. bersabda :
janganlah seorang wanita minta agar saudaranya diceraikan karena ingin
menggantikan kedudukanya sebagai isteri, hendaklah ia kawin dengan laki-laki
lain, karena baginya apa yang telah ditakdirkan oleh Allah”
Isteri yang minta cerai kepada suami tanpa sebab atau tanpa alasan
yang dibenarkan oleh syara’ adalah merupakan perbuatan yang tercela
“Dari Tsaubah bahwa Rasullulah saw. bersabda : siapapun wanita yang
minta cerai kepada suaminya tanpa suatu sebab, maka haram baginya bau syurga”
(HR. Ashhabus Sunnan dan dihasankan oleh Turmudzi).
Talak menjadi wajib hukumnya apabila suami telah meng’Ila isterinya
dan telah habis masa tenggang waktu tunggu 4 bulan. Ila’ artinya suami berumpah
tidak akan mencampuri isterinya. Talak juga wajib dijatuhkan kepada suami
apabila pihak hakam atau penengah antara perpecahan suami isteri menganggap
bahwa permasalahan suamii isteri itu telah berat dan tidak ada jalan lain
kecuali bercerai.Talak menjadi sunnah apabila isteri mengabaikan kewajibanya
kepada Allah seperti mengabaikan kewajiban shalat, puasa dan sebagainya.
Sedangkamn sua,I tidak mampu mmaksanya agar ia mau menjalankan kewajiban
tersebut. Talak juga menjadi sunnah hukumnya apabila iteri tidak mempunyai rasa
malu, isteri telah rusak, mialnya isteri berbuat zina.
D. Akibat dan
Tata Cara Perceraian Talak
a.
Akibat Talak
Ikatan perkawinan yang putus karena talak, mempunyai beberapa
akibat hukum berdasarkan pasal 149 KHI, yakni sebagai berikut.
Pasal 149 KHI
Bilamana
perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib:
a.
Memberikan mut’ah (seuatu) yang layak kepada bekas isterinya, baik
berupa uang atau benda, kecuali bekas isteri tersebut qabla al-dukhul
b.
Member nafkah, makan dan kiswah (tempat tinggal dan pakaian) kepada
bekas isteri selama dalam iddah, kecuali bekas isteri telah dijatuhi talak
ba’in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil
c.
Melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya dan separuh apabila
qabla al-dukhul
d.
Memberikan biaya hadlanah (pemeliharaan anak) untuk anak belum
mencapai umur 21 tahun.
Ketentuan pasal 149 KHI tersebut bersumber dari Surah Al-Baqarah
(2) ayat 235 dan 236
b.
Tata Cara Perceraian dengan Talak (suami yang bermohon untuk
bercerai)
Hal ini diatur dalam pasal 66 UUPA
(1)
Seorang suami beragama islam yang akan menceraikan isterinya
mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk mengadakan sidang guna
menyaksikan ikrar talak
(2)
Permohonan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) diajukan kepada
pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman termohon kecuali
apabila termohon dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman yang ditentukan
bersama tanpa izin pemohon
(3)
Dalam hal termohon bertempat kediaman di luar negeri, permohonan
diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman
pemohon
(4)
Dalam hal pemohon dan termohon bertempat kediaman di luar negeri,
maka permohonan diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumanya meliputi
tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta
Pusat
(5)
Permohonan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah isteri, dan
arta bersama suami isteri dapat diajukan bersama-sama dengan permohonan cerai
talak ataupun sesudah ikrar talak diucapkan.
Sesudah permohonan cerai talak diajukan ke Pengadilan Agama,
Pengadilan Agama melakukan pemeriksaan mengenai alasan-alasan yang menjadi
dasar diajukanya permohonan tersebut. Hal ini diatur dalam pasal 68 UUPA dan
pasal 131 KHI.
Pasal 68 UUPA
(1)
Pemeriksaan permohonan cerai talak dilakukan oleh Majelis Hakim
selambat-lambatnya 30 hari setelah berkas atau surat permohonan cerai talak
didaftarkan di kepaniteraan.
(2)
Pemeriksaan permohonan cerai talak dilakukan dalam sidang tertutup.
Pasal 131 KHI
(1)
Pengadilan agama yang bersangkutan mempelajari permohonan dimaksud
pasal 129 dan dalam waktu selambat-lambatnya tiga puluh hari memanggil pemohon
dan isterinya untuk meminta penjelaan tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan maksud menjatuhkan talak.
(2)
Setelah Pengadilan Agama
tidak berhasil menasehati kedua belah pihak dan ternyata cukup alasan untuk
menjatuhkan talak serta yang bersangkutan tidak mungkin lagi hidup rukun dalam
rumah tangga, Pengadilan Agama menjatuhkan keputusanya tentang izin bagi suami
untuk mengikrarkan talak.
(3)
Setelah keputusan mempunyai kekuatan hukum tetap, suami
mengikrarkan talaknya didepan sidang Pengadilan Agama, dihadiri oleh isteri
atau kuasanya.
(4)
Bila suami tidak mengucapkan ikrar talak dalam tempo 6 bulan
terhitung sejak putusan Pengadilan Agama tentang izin ikrar talak baginya
mempunyai kekuatan hukum yang tetap, maka hak suami untuk mengikrarkan talak
gugur dan ikatan perkawinan tetap utuh.
(5)
Setelah sudang penyaksian ikrar talak, Pengadilan Agama
membuat penetapan tentang terjadinya
talak rangkap empat yang merupakan bukti perceraian bagi bekas suami dan
isteri.
PENUTUP
Kesimpulan
A.
Pengertian dan Macam-Macam Talak
o Pengertian
Talak
Talak menurut bahasa adalah “membuka ikatan. Sedangkan menurut
istilah adalah menghilangkan ikatan pernikahan atau mengurangi pelepasan ikatan
dengan menggunakan kata-kata tertentu. Dan menurut
syara’ ialah melepaska tali perkawinan dan mengakhiri tali pernikahan suami
istri,.
o Macam-macam
Talak
·
Talak ditinjau dari segi waktu menjatuhkan talak
·
Talak ditinjau dari segi lafadz atau kata-kata
·
Talak dtinjau dari segi boleh tidaknya suami rujuk kembali pada
istrinya
·
Talak ditinjau dari cara
menyampaikan talak
B.
Rukun dan Syarat Talak
§ Suami,
§ Isteri,
§ Sighat Talak,
§ Al-Qashdu
(kesengajaan),
C. Persaksian
dan Hukum Talak
ü Persaksian
Talak
Para ahli fiqih berpendapat bahwa talak dapat terjadi tanpa
persaksian, sebagaimana firman Allah SWT. :
“Apabila kamu mentalak isteri-isterimu lalu sampai dekat dengan
iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma’ruf, atau ceraikanlah
mereka dengan cara yang ma’ruf pula”
ü Hukum
Menjatuhkan Talak
Jalan ini diperbolehkan akan
tetapi perceraian tersebut sangat dibenci dan dilaknat Allah SWT. bila
dilakukan dengan cara sewenang-wenang.
D. Akibat dan
Tata Cara Perceraian Talak
o
Akibat Talak
Ikatan perkawinan yang putus karena talak, mempunyai beberapa
akibat hukum berdasarkan pasal 149 KHI.
o
Tata Cara Perceraian dengan Talak
Hal ini diatur
dalam pasal 66 UUPA.
DAFTAR PUSTAKA
Nur, H. Djamaan. 1993. Fiqih Munakahat. Semarang: Toha Putra
Group
Doi, A. Rahman I. 1996. Syariah I Karakteristik Hukum Islam dan
Perkawinan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Ramulyo, Mohd. Idris. 1996. Hukum Perkawinan Islam. Jakarta:
PT. Bumi Aksara
Ali, H. Zainuddin. 2006. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Sinar
Grafika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar