Rabu, 25 Mei 2016

Hukum Talak Dalam Islam



Hukum Talak Dalam Islam

Dosen Pengampu:
Hj. Fatma Amilia, S. Ag., M. Si.

Disusun oleh:
Agus Zainul Mustofa                   (15380097)

PRODI MUAMALAT
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2016


KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim...

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan hidayah, taufik, dan inayahnya kepada kita semua. Sehingga kami bisa menjalani kehidupan ini sesuai dengan ridhonya. Syukur Alhamdulillah kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan rencana. Makalah ini kami beri judul ilmu “Hukum Talak Dalam Islam” dengan tujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hukum Perkawinan Islam.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Karena beliau adalah salah satu figur umat yang mampu memberikan syafa’at kelak di hari kiamat.
Selanjutnya saya mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Hj. Fatma Amilia, S. Ag., M. Si. selaku dosen pengajar mata kuliah Hukum Perkawinan Islam, yang telah membimbing kami. Dan kepada semua pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah ini hingga selesai.
Saya mohon ma’af yang sebesar-besarnya apabila dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kesalahan didalamnya. Saya mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi tercapainya kesempurnaan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis umumnya dan khususnya bagi pembaca.









                  


DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................................
Daftar Isi.....................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang.......................................................................................................
B.    Rumusan Masalah.................................................................................................
C.    Tujuan Penulisan...................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Macam-Macam Talak...................................................................
B. Rukun dan Syarat Talak........................................................................................
C. Persaksian dan Hukum Talak................................................................................
D. Akibat dan Tata Cara Perceraian Talak.................................................................
BAB III PENUTUP
      A.    Kesimpulan...........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................









BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Syariat Islam menetapkan bahwa akad pernikahan antara suami istri untuk selama hayat dikandung badan, sekali untuk nikah untuk selama hidup, agar didalam ikatan pernikahan suami istri bias hidup bersama menjalin kasih saying untuk mewujudkan keluarga bahagia yang penuh ketenangan hidup serta memelihara dan mendidik anak anak sebagai generasi yang handal.
Tujuan mulia yang dalam melestarikan dan menjgaga kesinambungan hidup rumah tangga, ternyata bukanlah suatu perkara yang mudah untuk dilaksanakan. Banyak kita jumpai bahwa tujuan mulia perkawinan tidak dapat diwujudkan secara baik. Factor-faktor yang mempengaruhi antara lain: factor psikologis, biologis, ekonomis, pandangan hidup, perbedaan kecenderungan, dan lain sebagainya. Agama Islam tidak menutup mata terhadap hal-hal tersebut.agama Islam membuka jalan keluar dari krisis atau kesulitan rumah tangga yang yang tidak dapat diatasi lagi. Jalan keluar tersebut dimungkinkan yaitu dengan jalan perceraian. Jalan keluar ini tidak boleh ditempuh kecuali dalam keadaan terpaksa atau darurat.

B. Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Pengertian dan macam-macam talak?
2.      Bagaimana rukun dan syarat talak?
3.      Bagaimana persaksian dan hukum talak?
4.      Bagaimana akibat dan tata cara perceraian talak?

C. Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui Pengertian dan macam-macam talak.
2.      Mengetahui rukun dan syarat talak.
3.      Mengetahui persaksian dan hukum talak.
4.      Mengetahui akibat dan tata cara perceraian talak.
Bab II
Pembahasan

A.      Pengertian dan Macam-Macam Talak
         Dalam islam, perkawinan merupakan suatu ikatan, dan ikatan itu harus diupayakan terjalin dengan utuh. Namun tidak demikian apabila secara manusiawi ikatan perkawinan dalam keluarga itu menjadi mustahil untuk dipertahankan. Hanya dalam keadaan yang tidak dapat dipertahankan itu sajalah perceraian itu diizinkan dalam syari’ah.
a.     Pengertian Talak
1.    Talak menurut bahasa adalah “membuka ikatan, baik ikatan nyata seperti ikatan kuda atau ikatan tawanan ataupun ikatan ma’nawi seperti nikah”, adapun arti secara bahasa yang lain adalah “melepaskan ikatan dan membiarkan lepas. Oleh karena itu dikatakan unta yang lepas. Artinya unta yang dibiarkan tergembala kemana saja ia kehendaki. ”
2.    Sedangkan menurut istilah adalah menghilangkan ikatan pernikahan atau mengurangi pelepasan ikatan dengan menggunakan kata-kata tertentu.
3.    Dan menurut syara’ ialah melepaska tali perkawinan dan mengakhiri tali pernikahan suami istri,.
b.    Macam-macam Talak
Ø Talak ditinjau dari segi waktu menjatuhkan talak :
1.    Talak Sunni, talak yang dijatuhkan sesuai dengan tuntutan sunnah dan harus memenuhi 3 syarat :
a)    Istri yang ditalak sudah pernah dikumpuli
b)   Istri dapat segera melakukan iddah suci setelah ditalak, yaitu istri dalam keadaan suci dari haid
c)    Talak itu dijatuhkan ketika istri dalam keadaan suci.
2.    Talak Bid’I, talak yang tidak sesuai dengan tuntunan sunnah, antara lain
a)    Talak yang dijatuhkan terhadap istri pada waktu istri tersebut haid
b)   Talak yang dijatuhkan ketika istri dalam keadaan suci,tetapi sudah pernah dikumpuli suaminya ketika dia dalam keadaan suci
3.    Talak La Sunni Wa Bid’I, yaitu talak yang tidak termasuk dalam katagori talak sunni dan bid’I yaitu :
a)    Talak yang dijatuhkan jepada isrti yang belum pernah dikumpuli
b)   Talak yang dijatuhkan ketika istri belum pernah haid atau istri telah lepas dari masa haid (menopause)
c)    Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang sedang hamil
Ø  Talak ditinjau dari segi lafadz atau kata-kata :
1.    Talak Sharih, yaitu talak yang dijatuhkan menggunakan kata-kata At-Thalaq atau Al-Firaq atau As-Sara yang ada didalam Al-Qur’an atau hadist, maka jatuhlak talak walaupun tanpa niat. Umpamanya seorang suami mengatakan kepada istrinya “engkau aku talak, aku pisahkan engkau” lafadz ini disebut dengan Talak Sharih
2.    Talak Kinayah atau Kiyasan, yaitu talak dengan menggunakan lafadz sindiran atau samar-samar. Talak itu akan jatuh apabila talak itu diniatkan untuk mentalak dan tidak jatuh talak jika itu tidak diniatkan untuk mentalak, namun dia tercela dalam akhlaqnya karena mempermainkan talak.
Ø Talak dtinjau dari segi boleh tidaknya suami rujuk kembali pada istrinya, setelah istri ditalak :
1.    Talak Raj’I, adalah talak yang dijatuhkan satu kali. Apabila istri berstatus iddah talak raj’I dan sebelum habis masa iddahnya ,suami boleh rujuk dengan tanpa akad nikah yang baru, tanpa persaksian dan tanpa mahar yang baru pula .
2.    Talak Ba’in, adalah taak yang tidak boleh rujuk lagi, akan tetapi keduanya boleh berhubungan kembali menjadi suami istri sesudah habis tenggang waktu iddah dengan jalan melalui proses perkawinan kembali, yang terdiri dari talak itu berupa talak satu atau dua dengan memakai suatu pembayaran (iwadh), dan talak satu atau dua tidak pakai iwadh, tetapi suami belum mencampuri istrinya.
a)    Talak bain sughra, yaitu talak yang menghilangkan hak-hak untuk rujuk kembali tetapi tidak menghilangkan hak untuk nikah kembali.
b)   Talak Bain kubra, yaitu talak yang dijatuhkan ketiga kalinya dimana suami istri tidak dapat rujuk dan kawin lagi diantara mereka, sebelum si istri dinikahi oleh orang lain dahulu dan talak karena li’an (tuduhan zina) mereka tidak dapat nikah kembali selama-lamanya.
Ø Talak ditinjau dari  cara menyampaikan talak :
1.    Talak dengan ucapan, yaitu talak yang disampaikan oleh suami dengan ucapan lisan dihadapan isterinya mendengar secara langsung ucapan suaminya itu.
2.    Talak dengan tulisan, yaitu talak yang disampaikan oleh seorang suami secara tertulis, lalu disampaikan kepada isterinya, kemudian isteri tersebut membacanya serta memahami maksud dan isinya.
3.    Talak dengan isyarat, yaitu talak yang dilakukan dalam bentuk isyarat oleh suami yang tuna wicara
4.    Talak dengan utusan, yaitu talak yang disampaikan suami kepada isterinya melalui perantara orang lain sebagai utusan darinya untuk menyampaikan maksud  mentalak isterinya tersebut.
B.       Rukun dan Syarat Talak
a.       Suami, adalah orang yang memiliki talak dan yang berhak menjatuhkanya. Ada 3 persyaratan agar talak yang dijatuhkanya sah
1.    Hendaklah ia orang yang berakal, oleh karena itu tidak sah talak dari suami yang gila. Gila yang dimaksud disini adalah orang yang hilang akalnya atau rusak akalnya karena sakit, baik karena sakit pitam sakit panas atau sarafnya rusak
2.    Baligh, oleh karena itu tidak sah talak anak kecil yang belum baligh, walaupun dia telah mumayyiz tapi masih dibawah umur 10 tahun
3.    Atas Kemauan Sendiri, oleh karena talak tidak sah jika paksaan orang lain
b.      Isteri, tidak sah talak kepada orang lain yang bukan isterinya. Syarat isteri yang jatuh talak kepadanya :
1.    Isteri tersebut masih berada dalam lingkungan kekuasaan suami, walaupun ia dalam keadaan iddah talak raj’I , maka jatuh talaknya dan dihitung sebagai tambahan talak yang dijatuhkan terhadapnya sebelumnya.
2.    Isteri yang ditalak bukanlah budak yang bersangkutan
3.    Isteri tersebut masih terikat dalam suatu ikatan pernikahan yang sah.
c.       Sighat Talak, adalah lafadz yang menunjukkan putusnya ikatan perkawinan, baik lafadz sharih maupun lafadz kinayah. Ada 2 syarat sighat talak
1.    Lafadz itu menunjukkan talak, baik sharih maupun kinayah, oleh karena itu tidak sah talak dengan perbuatan, misalnya seorang sedang marah maka dia kembalikan maharnya, atau dia kembalikan harta bendanya tanpa menyebut lafadz talak.
2.    Lafadz tersebut dimaksudkan sebagai ucapan talak buakn karena keliru. Umpamanya orang mengatakan ; anti thaahiratun (engkau suci), lidahnya keseleo mengatakan anti thaaliqun (engkau ku talak). Dalam keadaan seperti ini talaknya tidak jatuh.
d.   Al-Qashdu (kesengajaan), artinya ucapan talak itu memang dimaksudkan oleh yang bersangkutan untuk menjatuhkan talak, bukanya untuk maksud lain. Misalnya seorang isteri bernama thaahiratun (orang yang suci)dan suaminya salah memanggil ya thaaliqatu (wahai orang yang tertalak), maka hal seperti ini tidak jatuh talaknya.
C.      Persaksian dan Hukum Talak
a.     Persaksian Talak
Para ahli fiqih berpendapat bahwa talak dapat terjadi tanpa persaksian, sebagaimana firman Allah SWT. :
“Apabila kamu mentalak isteri-isterimu lalu sampai dekat dengan iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma’ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma’ruf pula”
Berbeda dengan pendapat fuqaha golongan syi’ah imamiyah mengatakan bahwa adanya persaksian dalam talak adalah merupakan syarat bagi sah tidaknya talak tersebut, dengan mengacu pada firman Allah SWT.
“Dan bersaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil diantara kamu, dan hendaklah kamu tegakkan persaksian itu karena Allah”. (QS. At-Thalaq ; 2)
Di Indonesia, undang-undang nomer 1 tahun 1974
(1)   Bercerai hanya dapat dilakukan didepan siding pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
Peraturan pemerintah nomer 9 tahun 1975 pasal 14, 16, 19 lebih condong terhadap keharusan adanya persaksian dalam persaksian talak ini.
(14) seorang suami yang telah melangsungkan perkawinan menurut agama islam, yang akan menceraikan isterinya ; mengajukan surat kepada pengadilan ditempat tinggalnya, yang berisi pemberitahuan bahwa ia bermaksud menceraikan isterinya disertai dengan alasan-alasanya serta meminta kepada pengadilan agar diadakan siding untuk keperluan itu.
(16) pengadilan hanya memutuskan untuk memutuskan sidang pengadilan untuk menyaksian perceraian yang dimaksud dalam pasal 14 apabila memang terdapat alasan-alasan seperti yang dimaksud dalam pasal  19.
(19) pengadilan berpendapat bahwa suami isteri yang bersangkutan tidak mungkin lagi didamaikan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
b.      Hukum Menjatuhkan Talak
Jalan  ini diperbolehkan akan tetapi perceraian tersebut sangat dibenci dan dilaknat Allah SWT. bila dilakukan dengan cara sewenang-wenang. Golongan Hanafiyah dan Hanbali mengatakan hukum talak ini terlarang kecuali dalam keadaan darurat. Alasan mereka adalah sabda Rasulluah saw. :
“Allah melaknat tiap-tiap orang yang suka merasai dan bercerai, yaitu orang yang suka kawin dan cerai” alasan lain golongan ini melarang perceraian kecuali dalam keadaan darurat.
“perkara halal yang paling dibenci Allah adalah menjatuhkan talak”
Disamping itu syariat islam melarang keras seorang perempuan berusaha membujuk suami agar menceraikan isretinya karena ia ingin menggantikan kedudukan tersebut. Sabda Rasullulah saw :
“Dari Abu Hurairah ra, bahwa sesungguhnya Rasulluah saw. bersabda : janganlah seorang wanita minta agar saudaranya diceraikan karena ingin menggantikan kedudukanya sebagai isteri, hendaklah ia kawin dengan laki-laki lain, karena baginya apa yang telah ditakdirkan oleh Allah”
Isteri yang minta cerai kepada suami tanpa sebab atau tanpa alasan yang dibenarkan oleh syara’ adalah merupakan perbuatan yang tercela
“Dari Tsaubah bahwa Rasullulah saw. bersabda : siapapun wanita yang minta cerai kepada suaminya tanpa suatu sebab, maka haram baginya bau syurga” (HR. Ashhabus Sunnan dan dihasankan oleh Turmudzi).
Talak menjadi wajib hukumnya apabila suami telah meng’Ila isterinya dan telah habis masa tenggang waktu tunggu 4 bulan. Ila’ artinya suami berumpah tidak akan mencampuri isterinya. Talak juga wajib dijatuhkan kepada suami apabila pihak hakam atau penengah antara perpecahan suami isteri menganggap bahwa permasalahan suamii isteri itu telah berat dan tidak ada jalan lain kecuali bercerai.Talak menjadi sunnah apabila isteri mengabaikan kewajibanya kepada Allah seperti mengabaikan kewajiban shalat, puasa dan sebagainya. Sedangkamn sua,I tidak mampu mmaksanya agar ia mau menjalankan kewajiban tersebut. Talak juga menjadi sunnah hukumnya apabila iteri tidak mempunyai rasa malu, isteri telah rusak, mialnya isteri berbuat zina.

D.      Akibat dan Tata Cara Perceraian Talak
a.     Akibat Talak
Ikatan perkawinan yang putus karena talak, mempunyai beberapa akibat hukum berdasarkan pasal 149 KHI, yakni sebagai berikut.
Pasal 149 KHI
            Bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib:
a.       Memberikan mut’ah (seuatu) yang layak kepada bekas isterinya, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas isteri tersebut qabla al-dukhul
b.      Member nafkah, makan dan kiswah (tempat tinggal dan pakaian) kepada bekas isteri selama dalam iddah, kecuali bekas isteri telah dijatuhi talak ba’in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil
c.       Melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya dan separuh apabila qabla al-dukhul
d.      Memberikan biaya hadlanah (pemeliharaan anak) untuk anak belum mencapai umur 21 tahun.
Ketentuan pasal 149 KHI tersebut bersumber dari Surah Al-Baqarah (2) ayat 235 dan 236
b.      Tata Cara Perceraian dengan Talak (suami yang bermohon untuk bercerai)
Hal ini diatur dalam pasal 66 UUPA
(1)   Seorang suami beragama islam yang akan menceraikan isterinya mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk mengadakan sidang guna menyaksikan ikrar talak
(2)   Permohonan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman termohon kecuali apabila termohon dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman yang ditentukan bersama tanpa izin pemohon
(3)   Dalam hal termohon bertempat kediaman di luar negeri, permohonan diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman pemohon
(4)   Dalam hal pemohon dan termohon bertempat kediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumanya meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat
(5)   Permohonan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah isteri, dan arta bersama suami isteri dapat diajukan bersama-sama dengan permohonan cerai talak ataupun sesudah ikrar talak diucapkan.
Sesudah permohonan cerai talak diajukan ke Pengadilan Agama, Pengadilan Agama melakukan pemeriksaan mengenai alasan-alasan yang menjadi dasar diajukanya permohonan tersebut. Hal ini diatur dalam pasal 68 UUPA dan pasal 131 KHI.
Pasal 68 UUPA
(1)   Pemeriksaan permohonan cerai talak dilakukan oleh Majelis Hakim selambat-lambatnya 30 hari setelah berkas atau surat permohonan cerai talak didaftarkan di kepaniteraan.
(2)   Pemeriksaan permohonan cerai talak dilakukan dalam sidang tertutup.

Pasal 131 KHI
(1)   Pengadilan agama yang bersangkutan mempelajari permohonan dimaksud pasal 129 dan dalam waktu selambat-lambatnya tiga puluh hari memanggil pemohon dan isterinya untuk meminta penjelaan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan maksud menjatuhkan talak.
(2)   Setelah  Pengadilan Agama tidak berhasil menasehati kedua belah pihak dan ternyata cukup alasan untuk menjatuhkan talak serta yang bersangkutan tidak mungkin lagi hidup rukun dalam rumah tangga, Pengadilan Agama menjatuhkan keputusanya tentang izin bagi suami untuk mengikrarkan talak.
(3)   Setelah keputusan mempunyai kekuatan hukum tetap, suami mengikrarkan talaknya didepan sidang Pengadilan Agama, dihadiri oleh isteri atau kuasanya.
(4)   Bila suami tidak mengucapkan ikrar talak dalam tempo 6 bulan terhitung sejak putusan Pengadilan Agama tentang izin ikrar talak baginya mempunyai kekuatan hukum yang tetap, maka hak suami untuk mengikrarkan talak gugur dan ikatan perkawinan tetap utuh.
(5)   Setelah sudang penyaksian ikrar talak, Pengadilan Agama membuat  penetapan tentang terjadinya talak rangkap empat yang merupakan bukti perceraian bagi bekas suami dan isteri.


















PENUTUP
Kesimpulan

A.    Pengertian dan Macam-Macam Talak
o  Pengertian Talak
Talak menurut bahasa adalah “membuka ikatan. Sedangkan menurut istilah adalah menghilangkan ikatan pernikahan atau mengurangi pelepasan ikatan dengan menggunakan kata-kata tertentu. Dan menurut syara’ ialah melepaska tali perkawinan dan mengakhiri tali pernikahan suami istri,.
o  Macam-macam Talak
·         Talak ditinjau dari segi waktu menjatuhkan talak
·         Talak ditinjau dari segi lafadz atau kata-kata
·         Talak dtinjau dari segi boleh tidaknya suami rujuk kembali pada istrinya
·         Talak ditinjau dari  cara menyampaikan talak

B.     Rukun dan Syarat Talak
§  Suami,
§  Isteri,
§  Sighat Talak,
§  Al-Qashdu (kesengajaan),

C.    Persaksian dan Hukum Talak
ü Persaksian Talak
Para ahli fiqih berpendapat bahwa talak dapat terjadi tanpa persaksian, sebagaimana firman Allah SWT. :
“Apabila kamu mentalak isteri-isterimu lalu sampai dekat dengan iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma’ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma’ruf pula”
ü Hukum Menjatuhkan Talak
Jalan  ini diperbolehkan akan tetapi perceraian tersebut sangat dibenci dan dilaknat Allah SWT. bila dilakukan dengan cara sewenang-wenang.

D.    Akibat dan Tata Cara Perceraian Talak
o  Akibat Talak
Ikatan perkawinan yang putus karena talak, mempunyai beberapa akibat hukum berdasarkan pasal 149 KHI.
o   Tata Cara Perceraian dengan Talak
Hal ini diatur dalam pasal 66 UUPA.

















DAFTAR PUSTAKA
Nur, H. Djamaan. 1993. Fiqih Munakahat. Semarang: Toha Putra Group
Doi, A. Rahman I. 1996. Syariah I Karakteristik Hukum Islam dan Perkawinan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Ramulyo, Mohd. Idris. 1996. Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Ali, H. Zainuddin. 2006. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar