PERADABAN DINASTI ABBASIYAH

SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM DAN BUDAYA LOKAL
Karimatul Khasanah, SHI.,MSI
PENYUSUN
AGUS ZAINUL MUSTOFA (15380097)
Prodi Muammalat
Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji
syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT., yang selalu memberikan rahmat,
inayah, dan nikmatnya kepada Kami, sehingga dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul
“Peradaban Dinasti Abbasiyah”
Kami
sangat menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan dan penyusunan Makalah ini tidak
lepas dari bimbingan dan bantuan dari bernagai pihak, untuk itu Kami
mengucapkan terima kasih tak terhingga.
Dan
Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kata sempurna karna keterbatasan
pengetahuan dan kemampuan, oleh karnanya jika terdapat kritik dan saran para pembaca
yang sifatnya membantu untuk menyempurnakan Makalah ini, maka Kami akan menerima
dengan senang hati. Semoga penulisan Makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
Kami khususnya dan umumnya bagi para pembaca. Semoga Allah SWT membalas segala amal
dan ibadah yang telah ikut berpartisipasi dalam pembuatan Makalah ini. Amin.
Wassalamualikum Wr. Wb.
Yogyakarta,
08 Oktober 2015
PENYUSUN
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang Masalah................................................................
2.
Rumusan Masal..............................................................................
3.
Tujuan Penulisan............................................................................
BAB II PEMBAHASAN
1.
Sejarah
Berdirinya Dinasti Abbasiyah...........................................
2.
Para
Khalifah Dinasti Abbasiyah...................................................
3.
Masa
Kejayaan Peradaban Dinasti Abbasiyah..............................
4.
Faktor-Faktor
Penyebab Kemunduran Dinasti Abbasiyah............
5.
Akhir
Kekuasaan Dinasti Abbasiyah.............................................
BAB III PENUTUP
1.
Kesimpulan....................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Masa Bani Abbasiyah adalah masa keemasan Islam, atau
sering disebut dengan istilah ‘’The Golden Age’’. Pada masa itu Umat
Islam telah mencapai puncak kemuliaan, baik dalam bidang ekonomi, peradaban dan
kekuasaan. Selain itu juga telah berkembang berbagai cabang ilmu pengetahuan,
ditambah lagi dengan banyaknya penerjemahan buku-buku dari bahasa asing ke
bahasa Arab. Fenomena ini kemudian yang melahirkan cendikiawan-cendikiawan
besar yang menghasilkan berbagai inovasi baru di berbagai disiplin ilmu
pengetahuan. Bani Abbas mewarisi imperium besar Bani Umayah. Hal ini
memungkinkan mereka dapat mencapai hasil lebih banyak, karena landasannya telah
dipersiapkan oleh Bani Bani Umayah yang besar.
Menjelang tumbangnya Bani Umayah telah terjadi banyak
kekacauan dalam berbagai bidang kehidupan bernegara; terjadi
kekeliruan-kekeliruan dan kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh para Khalifah
dan para pembesar negara lainnya sehingga terjadilah pelanggaran-pelanggaran
terhadap ajaran Islam.
Di antara kesalahan-kesalahan dan kekeliruan-kekeliruan
yang dibuat adalah :
1.
Politik kepegawaian didasarkan pada klan,
golongan, suku, kaum dan kawan.
2.
Penindasan yang terus-menerus terhadap
pengikut-pengikut Ali RA pada khususnya dan terhadap Bani Hasyim pada umumnya.
3.
Penganggapan rendah terhadap kaum muslimin
yang bukan bangsa Arab, sehingga mereka tidak diberi kesempatan dalam
pemerintahan.
4.
Pelanggaran terhadap ajaran Islam dan hak-hak
asasi manusia dengan cara yang terang-terangan.[1]
Demikianlah saat khalifah Umayyah mengalami keruntuhannnya,
disaat itu pula khalifah Abbasiyah muncul dan berdiri, sampai pada masa
kejayaan dan keemasannya dalam kancah peradaban dunia.
B.
RUMUSAN MASALAH
Adapun yang menjadi permasalahan rumusan masalah pada makalah ini, ialah:
1.
Bagaimana sejarah
berdirinya
Dinasti Abbasiyah?
2.
Siapa saja Khalifah
Dinasti Abbasiyah?
3.
Kapan dan seperti apa masa kejayaan peradaban Dinasti Abbasiyah?
4.
Apakah faktor
penyebab
kemunduran
Dinasti Abbasiyah?
5.
Bagaimana akhir
kekuasaan
Dinasti Abbasiyah?
C. TUJUAN PENULISAN
1.
Untuk mengetahui sejarah berdirinya Dinasti
Abbasiyah.
2.
Untuk mengetahui para khalifah Dinasti
Abbasiyah.
3.
Untuk mengetahui masa kejayaan Dinasti
Abbasiyah.
4.
Untuk mengetahui apa yang menjadi faktor
penyebab kemunduran Dinasti Abbasiyah.
5.
Untuk mengetahui akhir dari masa kekuasaan
Dinasti Abbasiyah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
SEJARAH BERDIRINYA DINASTI ABBASIYAH
Pemerintahan
Dinasti Abbasiyah merupakan kelanjutan dari pemerintahan Dinasti Umayyah.
Dinasti Abbasiyah didirikan pada tahun 132 H / 750 M, oleh Abdullah Ash-Shaffah
bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib, sekaligus
menjadi khalifah pertama. Dinamakan kekhalifahan Daulah Abbasiyah,
karena para pendiri dan penguasa dinasti ini merupakan keturunan Bani
Abbas, paman Nabi Muhammad SAW.
Orang-orang Abbasiyah, sebut saja bani Abbas merasa
lebih berhak dari pada bani Umayyah atas kekhalifahan Islam, sebab mereka
adalah keturunan bani Hasyim yang secara nasab keturunan lebih dekat dengan
Nabi. Menurut mereka, orang-orang Umayyah secara paksa menguasai kekhalifahan
melalui tragedi perang siffin. Oleh karena itu, untuk mendirikan dinasti
Abbasiyah mereka mengadakan gerakan yang luar biasa dalam bentuk pemberontakan
terhadap Dinasti Umayyah.[2]
Menurut buku Sejarah Peradaban Islam[3], Propaganda
Abbasiyah dilaksanakan dengan strategi yang cukup matang sebagai gerakan
rahasia. Akan tetapi Imam Ibrahim pemimpin Abbasiyah yang berkeinginan
mendirikan kekuasaan Abbasiyah, gerakannya diketahui oleh khalifah Umayyah
terakhir yaitu Marwan bin Muhammad. Ibrahim akhirnya tertangkap oleh pasukan
dinasti Umayyah dan dipenjarakan di Haran sebelum akhirnya di eksekusi. Ia
mewasiatkan kepada adiknya yaitu Abul Abbas untuk menggantikan kedudukannya
ketika tahu ia akan dibunuh dan memerintahkan untuk pindah ke Kufah dan
pemimpin propaganda dibebankan kepada Abu Salamah. Penguasa Umayyah di
Kufah, Yazid bin Umar bin Hubairah ditaklukkan oleh Abbasiyah dan diusir ke
Wasit. Abu Salamah selanjutnya berkemah di Kufah yang telah ditaklukkan pada
tahun 132 H. Abdullah bin Ali, salah seorang paman Abul abbas diperintahkan
untuk mengejar khalifah Umayyah terakhir, Marwan bin Muhammad bersama
pasukannya yang melarikan diri, dimana akhirnya dapat dipukul didataran rendah
Sungai Zab. Pengejaran dilanjutkan ke Mausul, Harran dan menyeberangi sungai
Eufrat sampai ke Damaskus. Khalifah itu terus menerus melarikan diri hingga ke
Fustat di Mesir dan akhirnya terbunuh di Busir, wilayah Al-Fayyum, tahun 132
H/750 M di bawah pimpinan Salih bin Ali, seorang paman Al-Abbas yang lain. Dengan
demikian maka tumbanglah kekuasaan dinasti Umayyah dan berdirilah Dinasti
Abbasiyah yang dipimpin oleh khalifah pertamanya, yaitu Abul Abbas Ash-Shafah
dengan pusat kekuasaan awalnya di Kufah.[4]
Abdullah bin Muhammad alias Abul Al-Abbas
diumumkan sebagai khalifah pertama Dinasti Abbasiyah tahun 750 M. Dalam khutbah
pelantikan yang disampaikan di Masjid Kufah, ia menyebut dirinya dengan Al-Saffah (penumpah
darah) yang akhirnya menjadi julukannya. Hal ini sebenarnya menjadi permulaan
yang kurang baik diawal berdirinya dinasti ini, dimana kekuatannya tergantung
kepada pembunuhan yang ia jadikan sebagai kebijaksanaan politiknya.[5]
Seluruh anggota keluarga Abbas dan
pimpinan umat Islam menyatakan setia kepada Abul Abbas Ash-Shaffah sebagai
khalifah mereka. Ash-Shaffah kemudian pindah ke Ambar, sebelah barat sungai
Eufrat dekat Baghdad. Ia menggunakan sebagian besar dari masa pemerintahannya
untuk memerangi para pemimpin Arab yang kedapatan membantu Bani Umayyah. Ia
mengusir mereka kecuali Abdurrahman, yang tidak lama kemudian mendirikan
Dinasti Umayyah di Spanyol. Ash-Shaffah juga memutuskan untuk menghabisi nyawa
beberapa orang pembantu Bani Umayyah.
Kekhalifahan Ash-Shaffah hanya bertahan
selama 4 tahun 9 bulan. Ia wafat pada tahun 136 H di Asbar, satu kota yang
telah dijadikannya sebagai tempat kedudukan pemerintahan. Ia berumur tidak
lebih dari 33 tahun, bahkan ada yang mengakatan umur Ash-Shaffah ketika
meninggal dunia adalah 29 tahun.[6] Setelah Abul Abbas wafat
kekuasaan pemerintahannya digantikan oleh saudaranya yakni Abu Ja’far
Al-Manshur. Ia dikenal sebagai
pendiri Dinasti Abbasiyah yang sebenarnya, karena dialah peletak dasar-dasar
dan sistem pemerintahan Bani Abbas. Ia pula yang mengatur politik pemerintahan
dinasti Abbasiyah. kemudian Isa bin Musa, keponakannya.
Zaman ini adalah zaman keemasan Islam, dalam
zaman ini kedaulatan kaum Muslim telah mencapai puncak kemuliaan, baik
kekayaan, kemajuan maupun kekuasaan. Dalam zaman inilah lahir berbagai ilmu Islam,
dan terjadi penerjemahan-penerjemahan kedalam bahasa lain (selain arab).
Kekuasaan
bani Abbasiyah berlangsung dalam rentang
waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) sampai dengan 656 H (1258 M).
Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang di terapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik,
sosial dan budaya.
1.
Sistem politik pemerintahan dan
bentuk negara.
a)
Sistem politik.
Adapaun sistem politik yang di jalankan oleh daulah
Abbasiyah antara lain:
1)
Para Khalifah tetap dari keturunan
Arab murni, sementara para mentri, gubernur, panglima, dan pegawailainya banyak
di angkat dari golongan mawali turunan persia.
2)
Kota Baghdad digunakan sebagai ibu
kota negara, yang menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi sosial dan
kebudayaan.
3)
Ilmu pengetahuan dipandang sebagai
suatu yang sangat penting dan mulia.
4)
Kebebasan berfikir sebagai HAM
diakui sepenuhnya.
5)
Para menteri turunan Persia diberi
kekuasaan penuh untuk menjalankan tugasnya dalam pemerintahan[7]
b)
Sistem pemerintahan dan bentuk
negara.
Menurut Drs. Samsul Munir Amin, M.A.,[8]
selama Dinasti Abbasiyah berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan
berbeda-beda sesuai dengan politik, sosial, dan budaya. Berdasarkan perubahan
tersebut para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan bani Abbasiyyah
dalam empat periode berikut:
1)
Masa Abbasiyyah I, yaitu semenjak
lahirnya daulah Abbasyyiah tahun 132 H ( 750M ) sampai meninggalnya khaliah
Al-Watsiq 232 H (847 M).
2)
Masa Abbasiyyah II, yaitu mulai
khalifah Al-Mutawakkil pada tahun 232 H (847 M) sampai berdirinya daulah Buwaihiyyah
di baghdad pada tahun 334 H (946 M).
3)
Masa Abbasiyyah III, yaitu dari
berdirinya daulah Buwaihiyah tahun 334 H (946 M) sampai masuknya kaum Saljuk ke
Baghdad tahun 447 H (1055 M).
4)
Masa Abbasiyyah IV, yaitu masuknya
orang-orang saljuk ke Bagdad tahun 447 H (1055 M) sampai jatuhnya Baghdad ke
tangan bangsa Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan pada tahun 656 H (1258 M).[9]
Dalam versi yang lain menurut Dr. Badri Yatim, M.A.,[10]
para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbasiyah menjadi lima
periode :[11]
1)
Periode
Pertama (132 H/750 M – 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama.
2)
Periode
Kedua (232 H/847 M – 334 H/945 M), disebut masa pengaruh Turki pertama.
3)
Periode
Ketiga (334 H/945 M – 447 H/1055 M), masa kekuasaan Dinasti Buwaih dalam
pemerintahan khalifah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia
kedua.
4)
Periode
Keempat (447 H/1055 M – 590 H/1194 M), masa kekuasaan Bani Seljuk dalam
pemerintahan khalifah Abbasiyah. Biasanya disebut juga dengan masa pengaruh
Turki kedua.
5)
Periode
Kelima (590 H/1194 M – 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti
lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif disekitar kota Baghdad.
B.
PARA KHALIFAH DINASTI ABBASIYAH
Sebelum Abul Abbas Ash-Shaffah meninggal, ia sudah mewasiatkan siapa
penggantinya, yakni saudaranya, Abu Ja’far, kemudian Isa bi Musa, keponakanya.
Sistem putra mahkota mengikuti Dinasti Bani Umayyah. Dan satu hal yang baru
lagi para Khalifah Abbasiyah, yaitu pemakian gelar. Abu Ja’far misalnya ia
memakai gelar Al-Manshur. Para Khilafah Bani Abbasiyah berjumlah 37 Khalifah,
mereka adalah:[12]
1.
Abul
Abbas As-Shaffah. (Pendri) 749-754 M
2.
Abu
Ja’far Al-Manshur 754-775
M
3.
Abu
Abdullah Muhammad Al-Mahdi 775-785
M
4.
Abu
Muhammad Musa Al-Hadi 785-786 M
5.
Abu
Ja’far Harun Ar-Rasyid 786-809
M
6.
Abu
Musa Muhammad Al- Amin 809-813 M
7.
Abu
Ja’far Abdullah Al-Ma’mun 813-833 M
8.
Abu
Isaq Muhammad Al-mu’tashim 833-842
M
9.
Abu
Ja’far Al-Wastiq 842-847
M
10.
Abu
Fadl Ja’far Al-Mutawakil 847-861
M
11.
Abu
Ja’far Muhammad Al-Muntashir 861-862
M
12.
Abul
Abbas Muhammad Al-Musta’in 862-866
M
13.
Abu
Abdullah Muhammad Al-Mu’taz 866-869
M
14.
Abu
Ishaq Al-Muhtadi 869-870
M
15.
Abul
Abbas Ahmad Al-Mu’tamid 870-892 M
16.
Abul
Abbas Ahmad Al-Mu’tadid 892-902 M
17.
Abul
Muhammad Al-Muktafi 902-905
M
18.
Abul
fadl Ja’far Al-Muqtadir 905-932
M
19.
Abu
Mansur Muhammad Al-Qahir 932-934
M
20.
Abu
Abbas Ahmad Ar-Radi 934-940
M
21.
Abu
Ishaq Ibrahim Al-Muttqi 940-944
M
22.
Abul
Qasim Abdullah Al-Mustaqfi 944-946
M
23.
Abul
Qasim Al-Fadl Al-Mu’ti 946-974
M
24.
Abul
Fadl Abdul Karim Al-Thai 974-991 M
25.
Abul
Abbas Ahmad Al-Qadir 991-1031
M
26.
Abu
Ja’far Abdullah Al-Qaim 1031-1075
M
27.
Abul
Qasim Abdullah Al-Muqtadi 1075-1094 M
28.
Abul
Abbas Ahmad Al-Mustadzir 1094-1118 M
29.
Abu
Mashur Al-Fadl Al-Mustarsyid 1118-1135
M
30.
Abu
Ja’far Al-Mansur Ar-Rasyid 1135-1136
M
31.
Abu
Abdullah Muhammad Al-Muqtafi 1136-1160 M
32.
Abul
Mudzafar Al-Mustanjid 1160-1170
M
33.
Abu
Muhammad Al-Hasan Al-Mustadi 1170-1180 M
34.
Abu
Al-Abbas Ahmad An-Nasir 1180-1225 M
35.
Abu
Nasr Muhammad Az-Zahir 1225-1226 M
36.
Abu
Ja’far Al-Mansur Al-Mustansir 1226-1242
M
37.
Abu
Ahmad Abdullah Al-Mu’tashim Billah 1242-1258
M[13]
Pada masa bangsa mongol dapat menaklukkan Baghdad tahun 656 H/1258
M, Ada seorang pangeran keturunan Abbasiyah yang lolos dari pembunuh dan
meneruskan kekhalifahan dengan gelar Khalifah yang hanya berkuasa di bidang
keagamaan di bawah kekuasaan kaum Mamluk di Kairo, Mesir tanpa kekuasaan
duniawi yang bergelar Sultan. Jabatan Khalifah yang disandang oleh keturunan
Abbasiyah di Mesir berakhir dengan diambilnya jabatan itu oleh Sultan Salim I
dari Turki Usmani ketika menguasai Mesir pada tahun 1517 M. Dengan demikian,
hilanglah kekhalifahan Abbasiyah untuk selama-lamanya.
Para khalifah Bani
Abbasiyah yang ada di Mesir adalah sebagai berikut:
1.
Al-Muntashir 1261-1261
M
2.
Al-Hakim
I 1261-1302 M
3.
Al-Mustaqfi 1302-1342
M
4.
Al-Wasiq 1342-1341
M
5.
Al-Hakim
II 1341-1352
M
6.
Al-Mustadid
I 1352-1362
M
7.
Al-Mutawakil
I 1362-1377
M
8.
Al-Mu’tashim 1377-1377
M
9.
Al-Mutawakkil
I 1377-1383
M
10.
Al-Wastiq
II 1383-1386
M
11.
Al-Mu’tashim 1386-1389
M
12.
Al-Mutawakkil
I 1389-1406
M
13.
Al-Musta’in 1406-1414
M
14.
Al-Mu’tadid 1414-1441
M
15.
Al-Mustaqfi
II 1441-1451
M
16.
Al-Qaim 1451-1455
M
17.
Al-Mustanjid 1455-1479
M
18.
Al-Mutawakkil
II 1479-1497
M
19.
Al-Mustamsik 1497-1508
M
20.
Al-Mutawakkil
III 1508-1516
M
21.
Al-Mustamsik 1516-1517
M
22.
Al-Mutawakkil
III 1517-1517
M[14]
C.
MASA KEJAYAAN PERADABAN DINASTI ABBASIYAH
Pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai masa keemasannya
pada periode pertama. Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat
dan merupakan pusat kekuasaan politik sekaligus agama. Di sisi lain, kemakmuran
masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan
landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam.
Peradaban dan kebudayaan islam tumbuh dan berkembang
bahkan mencapai kejayaan pada masa Abbasiyyah. Hal tersebut dikarenakan Dinasti
Abbassiyyah pada periode ini lebih menekankan pembinaan peradaban dan
kebudayaan islam dari pada perluasan wilayah. Disini letak perbedaan pokok
antara Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah.
Dasar-dasar Dinasti Abbasiyah diletakkan dan dibangun
oleh Abu Al-Abbas dan Abu Ja’far Al-Manshur, maka puncak keemasan Dinasti
Abbasiyah berada pada tujuh khalifah sesudahnya, yaitu:
1)
Al-Mahdi (775-785 M)
2)
Al-Hadi (775-786 M)
3)
Harun Al-Rasyid (786-809 M)
4)
Al-Ma’mun (813-833 M)
5)
Al-Mu’tashim (833-842 M)
6)
Al-Wasiq (842-847 M)
7)
Al-Mutawakkil (847-861 M)
Pada masa
Al-Mahdi perekonomian mulai meningkat dengan peningkatan disektor pertanian,
melalui irigasi dan peningkatan hasil pertambangan seperti perak, emas,
tembaga, dan besi.[15]
Puncak kejayaan
Dinasti Abbasiyah terjadi pada masa khalifah Harun Al-Rasyid (786-809 M) dan
putranya Al-Ma’mun (813-833 M). Ketika Al-Rasyid memerintah, negara dalam keadaan
makmur, kekayaan melimpah, keamanan terjamin walaupun ada juga pemberontakan,
dan luas wilayahnya mulai dari Afrika Utara hingga ke India.[16]
Kekayaan yang banyak dimanfaatkan Harun Al-Rasyid untuk keperluan sosial. Rumah
sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi didirikan. Pada masanya, sudah
terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter. Disamping itu,
pemandian-pemandian umum juga dibangun. Tingkat kemakmuran yang paling tinggi
terwujud pada zaman khalifah ini. Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan,
ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman
keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara
terkuat dan tak tertandingi. Al-Ma’mun pengganti Al-Rasyid, dikenal dengan
khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan
buku-buku asing digalakkan. Ia menggaji penerjemah-penerjemah dari golongan
kristen dan penganut agama lain yang ahli, untuk menerjemahkan buku-buku
Yunani. Ia juga banyak mendirikan sekolah, salah satu karya terbesarnya adalah
pembangunan Bait al-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai
perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar.[17]
v Baghdad Sebagai Pusat Peradaban Islam
Pada mulanya ibu kota Negara adalah Al-Hasyimiyah
dekat Kuffah. Namun, untuk memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru
berdiri itu Al-Manshur memindahkan ibu kota Negara ke kota yang baru
dibangunnya, Baghdad dekat bekas ibu kota Persia, Ctesiphon, pada tahun 762 M.
Di ibu kota baru ini dia melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahan.
Kemudian ia mengangkat sejumlah personal untuk menduduki jabatan di lembaga
eksekutif dan yudikatif. Di bidang pemerintahan, dia menciptakan tradisi baru
dengan mengangkat Wazir sebagai koordinator departemen.[18]
Wazir pertama yang diangkat adalah Khalid bin Barmak, berasal dari Balkh,
Persia. Dia juga membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara, dan
kepolisian negara di samping membenahi angkatan bersenjata. Dia menunjuk
Muhammad ibn Abd Al-Rahman sebagai hakim pada lembaga kehakiman negara.
Menambah tugas jawatan pos, selain ditugaskan untuk mengantar surat, akan
tetapi mereka ditugaskan pula untuk menghimpun seluruh informasi di
daerah-daerah, sehingga administrasi kenegaraan dapat berjalan lancar. Para
direktur jawatan pos bertugas melaporkan tingkah laku gubernur setempat kepada
khalifah.
Bagdad sebagai pusat intelektual terdapat beberapa
pusat aktifitas pengembangan ilmu antara lain Baitul Hikmah. Sebagai ibu kota
Baghdad mencapai puncaknya pada masa Harun Ar-Rasyid walaupun kota tersebut
belum 50 tahun di bangun. Kemegahan dan kemakmurn tercermin dalam istana
khalifah yang luasnya sepertiga dari kota Bagdad yang berbentuk bundar dengan
di lengkapi beberapa bangunan sayap dan ruang audiensi yang di penuhi berbagai
perlengkapan yang terindah. Dengan demikian, Dinasti Abbassiyyah dengan
pusatnya di Bagdad sangat maju sebagai pusat kota peradaban dan pusat ilmu
pengetahuan. Beberapa kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan dapat disebutkan
beberapa berikut.
1.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Kemajuan Dinasti Abbasiyah
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kemajuan
Dinasti Abbasiyah ialah:
a)
Faktor Politik
1)
Pindahnya ibu kota negara dari
Syam ke Irak dan Baghdad sebagai ibu kotanya ( 146 H).
2)
Banyaknya cendikiawan yang
diangkat menjadi pegawai pemerintahaan dan istana. Kholifah- kholifah
Abbasiyah, misalnya Al Mansur, banyak mengangkat pegawai pemerintahan dan
istana dari cendikiawan- cendikiawan Persia.
3)
Diakuinya Mu’tazilah sebagai
madzhab resmi negara pada masa kholifah al Ma’mun pada tahun 827 M.
b)
Faktor Sosiografi
1)
Meningkatnya kemakmuran umat
islam pada waktu itu.
2)
Luasnya wilayah kekuasaan islam,
yang menyebabkan banyak orang Persia dan Romawi yang masuk Islam kemudian
menjadi muslim yang taat.
3)
Pribadi beberapa kholifah pada
masa itu, terutama pada maasa dinasti Abbasiyah I, seperti Al Mansur, Harun Al
Rasyid dan Al Ma’mun yang sangat mencintai ilmu pengetahuan sehingga
kebijaksanaannya banyak ditujukan pada kemajuan ilmu pengetahuan.
4)
Diadakannya pengaturan,
pembukuan, dan pembidangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu naqli seperti
kedokteran, mantiq dan ilmu- ilmu riyadliyat, telah dimulai oleh umat islam
dengan metode yang teratur.[19]
c)
Aktivitas Ilmiah
1)
Penyusunan buku- buku ilmiah.
2)
Penerjemahan.
3)
Pensyarahan.
d)
Kemajuan Ilmu Pengetahuan
1)
Kemajuan ilmu agama.
2)
Kemajuan ilmu- ilmu umum[20]
Sedangkan
di dalam buku Sejarah Kebudayaan Islam,[21]
secara garis besar ada dua faktor penyebab kemajuan Dinasti Abbasiyah, yaitu:
a)
Faktor internal
Ialah faktor yang berasal dari dalam ajaran islam
yang mampu memberikan motivasi bagi para pemeluk untuk mengembangkan
peradabannya.
b)
Faktor eksternal, ada 4 pengaruh,
yaitu:
1)
Semangat Islam.
2)
Perkembangan organisasi negara.
3)
Perkembangan ilmu pengetahuan.
4)
Perluasan daerah Islam.
Adapun penyebab keberhasilan kaum penganjur
berdirinya khilafah Bani Abbasiyah adalah karena mereka berhasil menyadarkan
kaum muslimin pada uumnya, bahwa Bani Abbas adalah keluarga yang dekat kepada
Nabi dan bahwasanya mereka akan mengamalkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul serta
menegakkan syariat Islam.[22]
2.
Aspek-aspek
Kejayaan Peradaban Dinasti Abbasiyah
Adapun
keberhasilan yang dicapai pada masa Bani Abbasiyah dibagi menjadi
dua, yaitu material dan immaterial
a)
Bidang
Material :
1.
Masa Al-Manshur
1)
Memindahkan ibu kota negara ke
Baghdad
2)
Melatakkan dasar-dasar pemerintahan
3)
Mengangkat pejabat di lembaga
eksekutif dan yudikatif
4)
Menciptakan tradisi baru yaitu
mengangkat Wazir
5)
Membentuk lembaga protokol negara,
sekretaris negara, dan kepolisian negara
6)
Menaklukan kembali daerah-daerah
yang sebelumnya membebaskan diri dari pemerintahan pusat, seperti : merebut
benteng-benteng di Asia, kota Malatia, wilayah Coppadocia, dan Cicilia pada
tahun 756-758 M.
7)
Berdamai dengan kaisar Constantine V
selama gencatan senjata 758-765 M, dan Bizantium membayar upeti tahunan.
2.
Masa al-Mahdi
Sebenarnya perekonomian sudah mulai menggeliat dengan
peningkatan di sektor pertanian, melaluai irigasi dan peningkatan hasil
pertambangan. Diantara prestasi-prestasi yang berhasil diraih Al-Mahdi antara
lain:
1)
Dia membangun gedung-gedung
sepanjang jalan menuju Makkah.
2)
Masjid Agung di Madinah diperbesar
tetapi menghapus nama khalifah bani Umayyah, Walid dari dinding masjid itu dan
mengganti dengan namanya.
3)
Membangun tempat pelayanan pos
antara Makkah dan Madinah kemudian Yaman yang berfungsi sebagai tempat
pembayaran ongkos perjalanan tiap mil.
4)
Membuat benteng di beberapa kota
khususnya Rusafa di bagian Baghdad Timur.
3.
Masa Harun Al-Rasyid
Popularitas
daulah bani Abbasiyah mencapai puncak peradaban dan kemakmurannya di zaman
Harun al-Rasyid (786-809 M) dan puteranya al-Ma’mun (813-833 M). Kekayaan yang
banyak, dimanfaatkan Harun untuk keperluan sosial.
1)
Membangun istana-istana besar.
2)
Membangun rumah sakit.
3)
Membangun lembaga pendidikan dan
sekolah-sekolah.
4)
Membangun lembaga kedokteran dan
farmasi. Bahkan menurut sebagian ahli sejarah menyatakan bahwa sebenarnya Harun
ingin menggabungkan laut tengah dengan laut merah. Namun Yahya ibn Khalid (dari
keluarga barmak) tidak menyetujui gagasan itu.
4.
Masa Al-Ma’mun
Pada masa al-Ma’mun menjadi khalifah, ia banyak
mendirikan sekolah-sekolah. Salah satu karya terbesarnya adalah pembangunan Bait
al-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi
dengan perpustakaan yang sangat besar. Baghdad, kota kuno yang didirikan oleh
orang-orang Persia, merupakan tempat perdagangan yang kerap kali dikunjungi
oleh pedagang dari India dan Cina. Para Insinyur, tukang batu, dan para pekerja
tangan didatangkan dari Syiria, Bashra, Kufa untuk membantu didalam memperindah
kota. Bahkan di daerah pinggir kota ini sudah terbagi menjadi empat bagian
pemukiman yang masing-masing mempunyai seorang pemimpin yang dipercaya untuk
mendirikan pasar di pemukimannya. Demikianlah di zaman Abbasiyah pertama. Baghdad
menjadi kota terpenting di dunia sebagai sentral perdagangan, ilmu pengetahuan
dan kesenian. Masjid-masjid dan bangunan-bangunan lain semakin bertambah
banyak dan menjadi hal menarik dalam kesenian muslim.
b)
Bidang
Imaterial :
Kemajuan
yang dicapai dinasti Abbasiyah mencakup ilmu agama, filsafat dan sains (Harun
Nasution, 2001:65-69). Ilmu agama yang dikembangkan pada masa ini
mencakup:
a.
Ilmu Hadits
Tokohnya:
Al-Bukhori dengan kitabnya al-Jam’i al-Shahih dan Tarikh al-Kabir, Muslim
dengan kitabnya Shahih Muslim, Ibnu Majjah, Abu Dawud, al-Tirmidzi, dan
al-Nasa’i.
b.
Ilmu Tafsir
Tokohnya:
Ibnu Jarir Ath Thabari dengan karyanya Jami al-Bayan fi Tafsir al- Qur’an
sebagai pegangan pokok bagi mufassir hingga sekarang, Abu Muslim Muhammad Ibn
Bahar al-Ashfahani dengan tafsirnya Jami’ut Ta’wil, Ar-Razy dengan tafsirnya
Al-Muqthathaf.
c.
Ilmu Fiqih
Tokohnya:
Abu Hanifah dengan kitabnya Musnad al-Imam al-A’dhom atau Fiqh al-Akbar, Malik
dengan kitabnya al-Muwatha’, Syafi’i dengan kitabnya al-Um dan al-Fiqh al-Akbar
fi al-Tauhid, dan Ibn Hambal dengan kitabnya al-Musnad.
d.
Ilmu Tasawuf atau Mistisisme
Islam
Tokohnya:
Abu Bakr Muhammad al-Kalabadi dengan karyanya al-Ta’arruf li Mazhab Ahl
al-Tasawuf, Abu Nasr as-Sarraj al-Tusi dengan karyanya al-Luma’, Abu Hamid
al-Ghazali dengan karyanya Ihya ‘Ulum al-Din, dan Abu Qasim Abd al-Karim al-
Qusyairi dengan karyanya Maqamat. Tokoh lainnya, Zunnun al-Misri, Abu Yazid
al-Bustami, Husain Ibn Mansur al-Hallaj, dsb.
e.
Ilmu Kalam atau Theologi
Tokohnya
seperti Washil bin Atha’, Ibn al-Huzail, al-Allaf, dll dari golongan
Mu’tazilah, Abu al-Hasan al-Asy’ari dan al-Maturidi dari ahli sunnah.
f.
Ilmu Tarikh atau Sejarah
Tokohnya:
Ibn Hisyam (abad VIII), Ibn Sa’d (abad IX), dll.
g.
Ilmu Sastra
Tokohnya:
Abu al-Farraj al-Isfahani dengan karyanya Kitab al-Aghani, al-Jasyiari dengan
karyanya Alfu Lailah wa Lailah di pertengahan abad X. h. Ilmu agama lainnya
seperti ilmu al-Qori’ah, ilmu Bahasa, dan Tata Bahasa.
h.
Ilmu Filsafat
Ilmu ini berasal dari Yunani kemudian
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, bahkan juga buku-buku yang berasal
dari Persia maupun Spanyol. Dari gerakan ini muncul para filosof Islam,
seperti:
1)
Al-Kindi (185-260 H/801-873 M)
Al-Kindi
lahir di Kufah, karyanya sekitar 270 buah yang dikelompokkan oleh ibn Nadim dan
al-Qifti menjadi 17, yaitu: filsafat, logika, ilmu hitung, globular, musik,
astronomi, geometri, sperikal, medis, astrologi, dialektika, psikologi,
politik,240 meteorology, dimensi, benda-benda pertama, dan spesies tertentu
logam dan kimia.
2)
Al-Razi (251-313 H/865-925 M)
Nama
latinnya adalah Rhazes, lahir di Rayy dekat Teheran. Buku-buku filsafatnya
antara lain: Al-Tibb al-Ruhani, Al-shirat al-Falsafiyyah, Amarat Iqbal
al-Daulah, Kitab al-Ladzdzah, Kitab al-Ilm al-Ilahi, dll.
3)
Al-Farabi (258-339 H/870-950 M)
Di Barat
dikenal dengan nama Alpharbiu, lahir di Wasij (suatu desa di Farab/
Transoxania). Selain seorang filosof, ia juga ahli dalam bidang logika,
matematika, dan pengobatan. Dalam bidang fisika, ia menulis kitab al-Musiqa. Di
antara karyanya adalah: al-Tanbih ‘ala Sabil al-Sa’adat, Ihsha al-Ulum, al-Jam’
bayn Ra’y al-Hakimayn, Fushush al-Hikam, dll.
4)
Ibn Sina (370-428 H/980-1037 M)
Nama latin
Ibn Sina adalah Avicenna, lahir di Afsyana (dekat Bukhara). Selain ahli
filsafat dan kedokteran, beliau juga memiliki
karya dalam bidang logika, matematika, astronomi, fisika,
mineralogy, ekonomi, dan politik. Karyanya antara lain: Kitab al-Syifa, Kitab
al-Nadjat, Al-Isyarat wat-Tanbihat, Al-Hikmat al-Masyriqiyyah, dll.
5)
Al-Ghazali (455-507H/1059-1111 M)
Beliau
bergelar hujjatul Islam, lahir di Ghazaleh dekat Tus di Khurasan. Karyanya
antara lain: Al-Munqidz min ad-Dlalal, Tahafut al-Falasifah, Ihya Ulumuddin,
Qawaid al-‘Aqaid, Misykat al-Anwar, dll.
6)
Ibn Rusyd (520-595 H/1126-1198 M)
Di Barat
namanya Averroes, lahir di Cordova. Bukunya yang terpenting ada empat:
Bidayatul Mujtahid, Faslul Maqal fi ma baina al-Hikmati was Syari’at min al-
Ittisal, Manahij al-Adillah fi Aqaidi Ahl al-Millah, dan Tahafut at-Tahafut.
7)
Ibn Bajjah (w. 533 H/1138 M)
Beliau lahir
di Saragossa dan karyanya berupa risalah antara lain: Al-Ittisal, al- Wada’,
Tadbir al-Mutawahhid, dll.
8)
Ibn Tufail (506-581 H/1110-1185 M)
Beliau lahir
di Granada. Karangannya tentang filsafat, fisika, metafisika, kejiwaan dan
sebagainya tidak sampai kepada kita kecuali satu yaitu risalah Hay bin Yaqzhan.
i.
Ilmu Sains
Ilmu Sains pada masa Dinasti Abbasiyah didukung oleh
Science Policy, yakni antara lain dengan didirikannya akademi, sekolah dan
observatorium (lembaga ilmiah yang melakukan penelitian dan
pengajarannya sekaligus) di samping perpustakaan. Dengan kebijakan tersebut
menimbulkan kemajuan-kemajuan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, seperti:
1)
Kedokteran
Tokohnya: Al-Razi dengan karyanya al-Hawi, Ibn
Sina dengan karyanya al-Qanun fi al-Tibb (Canon of Medicine) dan Materia Medica
yang memuat 760 obat-obatan.
2)
Ilmu Kimia
Tokohnya: Jabir Ibn Hayyan yang berpendapat bahwa
logam seperti timah, besi dan tembaga dapat diubah menjadi emas atau perak
dengan menggunakan obat rahasia. Ia mengetahui cara membuat asam belerang, asam
sendawa, dan aqua regia yang dapat menghancurkan emas dan perak.Ia juga
memperbaiki teori aristoteles mengenai campuran logam.241
3)
Astronomi
Tokohnya:
Al-Biruni dengan kitabnya al-Hind dan al-Qanun al-Mas’udi fi al-Hai’a wa
al-Nujum, Nasiruddin Tusi menyusun tabel astronomi Ilkanian, Ibn Yunus membuat
perbaikan tabel astronomi dan Hakemite Tables, Moh. Targai Ulugh Begh (cucu
Timur Lenk) menyusun kitab al-Zij al-Sulthani al-Jadid yang berisi 1018
bintang.
4)
Matematika
Tokohnya
yang populer adalah al-Khawarizmi yang menemukan angka 0 (aljabar) pada abad
IX. Angka 1-9 berasal dari angka-angka Hindu di India.
5)
Optik
Tokohnya
adalah Ali al-Hasan ibnul Haitsam yang dikenal Alhazen, menulis sebuah buku
besar tentang optic “Optical Thesaurus”, mengoreksi teori Euclid dan Ptolemy.
Ia juga mengembangkan teori pemfokusan, pembesaran, dan inversi dari bayangan.
6)
Fisika
Tokohnya
Abdul Rahman al-Khazini, menulis kitab Mizanul Hikmah (The Scale of Wisdom)
tahun 1121 M.
7)
Geografi
Tokohnya:
Zamakhsyari (w.1144) seorang Persia, menulis kitabul Amkina wal Jibal wal Miyah
(The Book of Places, Mountains and Waters), Yaqut menulis Mu’jamul Buldan (The
Persian Book of Places) tahun 1228, Al-Qazwini menulis Aja’ib al-Buldan (The
Wonders of Lands), dll.
8)
Sains lainnya
Seperti
Botani (Abd Latif), Antidote/penawar racun (Ibn Sarabi), Trigonometri (Jabir
ibn Aflah), dan Musik (Nasiruddin Tusi, Qutubuddin, Asy- Syirazi, dan
Safiuddin).
D.
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEMUNDURAN DINASTI ABBASIYAH
Menurut W.
Montgomery Watt,[23]
yang menjadi faktor penyebab kemunduran Dinasti Abbasiyah ialah:
1.
Luasnya
wilayah kekuasaan Daulah Abbasiyah, sementara komunikasi pusat dengan daerah
sulit dilakukan. Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya di kalangan para penguasa
dan para pelaksana pemerintahan sangat rendah.
2.
Meningkatnya
ketergantungan kepada tentara bayaran. Dan ini pada gilirannya mungkin
berhubungan dengan perkembangan-perkembangan dalam teknologi militer. Khalifah
tidak mengetahui masalah ini, tetapi mereka tampaknya menganggap tidak mungkin
kembali ke tentara misili yang terdiri dari warga kota. Pemakaian tentara
bayaran juga berarti bahwa makin banyak uang di keluarkan makin kuat tentara yang di miliki. Maka untuk
mempertahankan posisinya khalifah memperlukan kekuatan militer yang cukup untuk
menanggulangi beberapa gubenur pembangkang, tetapi beban keuangan ini makin
lama makin sulit di atasi. Maka sebenarnya hanya uangalah yang bisa membeli
kekuasaan mereka.
3.
Keuangan
negara sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan untuk tentara bayaran sangat
besar. Pada saat kekuatan militer menurun, kholifah tidak sanggup memaksa
pengiriman pajak ke Baghdad.
Sedangkan
menurut Dr. Badri Yatim, M.A.,[24]
penyebab terjadinya kemunduran Dinasti Abbasiyah dibagi menjadi dua faktor,
yaitu:
a)
Faktor
Internal
1.
Persaingan
Antar Bangsa
Khilafah
Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia.
Persekutuan dilatarbelakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada masa
Bani Umayyah berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas. Setelah Dinasti Abbasiyah
berdiri, Bani Abbasiyah tetap mempertahankan persekutuan itu. Pada masa ini
persaingan antarbangsa menjadi pemicu untuk saling berkuasa. Kecenderungan
masing-masing bangsa untuk mendominasi kekuasaan sudah dirasakan sejak awal
khalifah Abbasiyah berdiri. Akan tetapi, karena para khalifah adalah
orang-orang yang kuat yang mampu menjaga keseimbangan kekuatan, stabilitas
politik dapat terjaga. Setelah Al-Mutawakkil, seorang khalifah yang lemah naik
tahta, dominasi tentara Turki tak terbendung lagi. Sejak saat itu sebenarnya
kekuasaan Bani Abbasiyah sudah berakhir. Posisi ini kemudian direbut oleh Bani
Buwaih, bangsa Persia pada periode ketiga, dan selanjutnya beralih kepada
Dinasti Seljuk pada periode keempat.
2.
Kemerosotan
Ekonomi
Khilafah
Abbasiyah juga mengalami kemunduran di bidang ekonomi bersamaan dengan
kemunduran di bidang politik. Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbasiyah
merupakan pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk lebih besar daripada dana
yang keluar, sehingga Bait al-Mal penuh dengan harta.[25]
Setelah khilafah memasuki periode kemunduran, pendapatan negara menurun,
sementara pengeluaran meningkat lebih besar. Menurunnya pendapatan negara itu
disebabkan oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya kerusuhan yang
mengganggu perekonomian rakyat, diperingannya pajak, dan banyaknya
dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak lagi membayar upeti.
Sedangkan pengeluaran semakin membengkak antara lain disebabkan oleh kehidupan
para khalifah dan pejabat semakin mewah, jenis pengeluaran semakin beragam, dan
para pejabat melakukan korupsi.[26]
3.
Konflik
Keagamaan
Fanatisme
keagamaan berkaitan erat dengan persoalan kebangsaan. Berbagai aliran keagamaan
seperti Mu’tazilah, Syi’ah, Ahlus Sunnah, dan kelompok-kelompok lainnya
menjadikan pemerintahan Abbasiyah mengalami kesulitan untuk mempersatukan
berbagai faham keagamaan yang ada.
b)
Faktor
Eksternal
1.
Ancaman
dari Luar
1)
Perang
Salib
Perang Salib
yang berlangsung beberapa gelombang banyak menelan korban. Setelah Paus Urbanus
II (1088-1099 M) mengeluarkan fatwanya, Orang-orang Kristen Eropa terpanggil
untuk ikut berperang. Perang Salib telah membakar semangat perlawanan
orang-orang Kristen yang berada di wilayah kekuasaan Islam. Namun hanya Armenia
dan Maronit Lebanon yang tertarik dengan Perang Salib. Akibat dari Perang Salib
ini pula banyak memunculkan kelemahan-kelemahan Pemerintahan Bani Abbasiyah.
2)
Serangan
Tentara Mongol
Serangan
Tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam menyebabkan kekuatan Islam menjadi
lemah. Pengaruh Salib juga terlihat dalam penyerbuan tentara Mongol. Disebutkan
bahwa Hulagu Khan, panglima tentara Mongol, sangat membenci Islam. Akibat dari
serangan tentara Mongol menyebabkan kekuatan Abbasiyah menjadi lemah dan pada
akhirnya menyerah kepada kekuatan Mongol.
E.
Akhir Kekuasaan Dinasti Abbasiyah
Akhir dari
kekuasaan Dinasti Abbasiyah ialah ketika Baghdad dihancurkan oleh tentara
Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan, 656 H/1258 M. Hulagu Khan adalah saudara
dari Kubilay Khan yang berkuasa di Cina hingga ke Asia Tenggara, dan saudara
Mongke Khan yang menugaskannya untuk mengembalikan wilayah-wilayah sebelah
barat dari Cina ke pangkuannya. Khalifah Bani Abbasiyah yang terakhir beserta
keluarganya, Al-Mu’tashim Billah dibunuh. Buku-buku yang terkumpul di Baitul
Hikmah dibakar dan dibuang ke sungai Tigris, sehingga berubahlah warna air
sungai tersebut yang jernih menjadi hitam kelam, karena lunturan tinta yang ada
pada buku-buku itu.
Dengan
demikian, lenyaplah Dinasti Abbasiyah yang telah memainkan peran penting dalam
percaturan kebudayaan dan peradaban Islam dengan gemilang.[27]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Pemerintahan Dinasti Abbasiyah merupakan kelanjutan dari
pemerintahan Dinasti Umayyah. Dinasti Abbasiyah didirikan pada tahun 132 H /
750 M, oleh Abdullah Ash-Shaffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas
bin Abdul Muthalib, sekaligus menjadi khalifah pertama.
Dinamakan kekhalifahan Daulah Abbasiyah, karena para pendiri dan
penguasa dinasti ini merupakan keturunan Bani Abbas, paman Nabi Muhammad SAW.
Berdirinya Dinasti ini tidak terlepas dari
keamburadulan Dinasti sebelumnya, yaitu dinasti Umaiyyah. Bani Abbasiyah
merupakan masa pemerintahan umat Islam yang merupakan masa keemasan dan
kejayaan dari peradaban umat Islam yang pernah ada. Pada masa Bani Abbasiyah
kekayaan negara melimpah ruah dan kesejahteraan rakyat sangat tinggi.
Pada masa pemerintahan khalifah Harun Al-rasyid dan
putranya Al-Ma’mun kesejahteraan umat
sangat terjamin dan peradaban Islam mengalami kemajuan yang pesat sehingga pada
masa ini banyak muncul para tokoh ilmuan dari kalangan Umat Islam, baik itu
ilmu pengatuhan yang bersifat umum seperti ilmu kedokteran yang telah mencetak
dokter seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusyd dan lain-lainnya. Demikian juga dari bidang
ilmu agama, adanya perkembangan ilmu tafsir, ilmu kalam, filsafat Islam, ilmu
tasawwuf, dan masih banyak yang lainnya yang juga melahirkan tokoh-tokoh
dibidang ilmu masing-masing. Dan pada masa ini pula pembangunan dilakukan
dimana-mana, baik pembangunan rumah sakit, irigasi, pemandian-pemandian umum,
dan lain-lain. Disamping itu terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi
kemajuan Dinasti Abbasiyah ialah:
1)
Faktor politik
2)
Faktor Sosiografi
3)
Aktivitas Ilmiah
4)
Kemajuan Ilmu Pengetahuan
Namun diakhir pemerintahan Khalifah Bani Abbasiyah,
Islam mengalami keterpurukan yang sangat parah. Hal ini disebabkan dari
serangan tentara Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan yang telah mengahncurkan
pusat peradaban Umat Islam di Baghdad dan mengahancurkan Pusat ilmu pengetahuan
yaitu Baitul Hikmah, yang berisi buku-buku karangan pakar ilmu umat Islam yang
tak ternilai harganya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Maududi, Abul A’la, Khilafah dan Kerajaan, (Bandung:
Mizan, 2006)
Amin, Ahmad, Dhuha
Al-Islam, Jilid 1, (Kairo: Lajnah Al-Ta’lif wa Al-Tarjamah wa Al-Nasyr,
Tanpa tahun)
Amin Ahmad, Dhuha Al Islam, (Beirut: Dar Al Kitab Al-‘Arabi,
Tanpa Tahun)
Amin Samsul
Munir, Sejarah peradaban Islam,
(Jakarta: Amzah, Cetakan ke-5, 2010)
Hasjmy, A., Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,
Cetakan ke-4, 1993)
Hitti, Philip K., History of the Arabs, (London: Macmilan
Press Ltd, 1970)
Karim, M. Abdul, Sejarah
Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Bagaskara, Cetakan ke-3, 2011)
Mufrodi Ali, Islam Dikawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta:
Logos, 1997)
Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam, (Semarang: PT. Thoha
Putra, 2003)
Nasution Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid
1, (Jakarta: UI Press, 1985, cetakan kelima)
Nizar Samsul, Sejarah
Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2011)
Syalabi, A., Sejarah dan Kebudayaan Islam III, (Jakarta:
Pustaka Alhusna, 1992)
Stryzewska, Bojena Gajane, Tarikh al-Daulat al-Islamiyah, (Beirut:
Al-Maktab Al-Tijari, Tanpa Tahun)
Thohir Ajid, Perkembangan
Peradaban di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2004)
Watt, W. Montgomery, Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh
Orientalis, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990, Cetakan Pertama)
Yatim Badri, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, Cetakan ke-26, 2015)
[2]M. Abdul Karim,
Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam,
Yogyakarta: Bagaskara, Cetakan ke-3, 2011, hlm. 143
[3]Samsul Munir
Amin, Sejarah peradaban Islam , Jakarta:
Amzah, Cetakan ke-5, 2010, hlm. 139-140
[4]A. Syalabi, Sejarah
dan Kebudayaan Islam III, Jakarta: Pustaka Alhusna, 1992, hlm. 7
[5]Ajid Thohir, Perkembangan
Peradaban di Kawasan Dunia Islam,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2004, hlm. 48.
[6]Samsul Munir
Amin, Op.Cit, hlm. 140-141
[7] Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta:
Kencana, 2011, hlm. 67-68
[8]Samsul Munir
Amin, Op.Cit, hlm. 141
[9]A. Hasjmy, Sejarah
Kebudayaan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, Cetakan ke-4, 1993, hlm. 213
[10]Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cetakan ke-26, 2015,
hlm. 49-50
[11]Bojena Gajane
Stryzewska, Tarikh al-Daulat al-Islamiyah, Beirut: Al-Maktab Al-Tijari,
Tanpa Tahun, hlm. 360
[12]Samsul Munir
Amin, Op.Cit, hlm. 141-144
[13]Ali Mufrodi, Islam
Dikawasan Kebudayaan Arab, Jakarta: Logos, 1997, hlm. 98-99
[15]Badri Yatim, Op.Cit,
hlm. 52
[16]Samsul Munir
Amin, Op.Cit, hlm 144
[17]Badri Yatim, Op.Cit,
hlm. 52-53
[18]Harun Nasution,
Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid 1, Jakarta: UI Press, 1985,
cetakan kelima, hlm. 67
[19]Ahmad Amin, Dhuha
Al Islam, Beirut: Dar Al Kitab Al-‘Arabi, Tanpa Tahun , hlm. 14
[20]Drs. H. Maman A.
Malik Sy, MS, Sejarah Kebudayaan Islam, Pokja Akademik UIN Sunan
Kalijaga, 2005, hlm. 114-131
[21]Murodi, Sejarah
Kebudayaan Islam, Semarang: PT. Thoha Putra, 2003, hlm. 56
[22]Abul A’la
al-Maududi, Khilafah dan Kerajaan, Bandung: Mizan, 2006, hlm. 248
[23]W. Montgomery
Watt, Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis, Yogyakarta:
Tiara Wacana, 1990, Cetakan Pertama, hlm. 165-166
[24]Badri Yatim, Op.Cit,
hlm. 80-85
[25]Philip K.
Hitti, History of the Arabs, London: Macmilan Press Ltd, 1970, hlm. 485
[26]Ahmad Amin, Dhuha
Al-Islam, Jilid 1, Kairo: Lajnah Al-Ta’lif wa Al-Tarjamah wa Al-Nasyr,
Tanpa tahun, hlm. 42
[27]Samsul Munir
Amin, Op.Cit, hlm. 156-157
Tidak ada komentar:
Posting Komentar