Rabu, 25 Mei 2016

makalah



PERADABAN DINASTI ABBASIYAH

logo_uin-1.jpg

SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM DAN BUDAYA LOKAL
Karimatul Khasanah, SHI.,MSI


PENYUSUN

AGUS ZAINUL MUSTOFA            (15380097)

Prodi Muammalat
Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta




KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT., yang selalu memberikan rahmat, inayah, dan nikmatnya kepada Kami, sehingga dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Peradaban Dinasti Abbasiyah”
Kami sangat menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan dan penyusunan Makalah ini tidak lepas dari bimbingan dan bantuan dari bernagai pihak, untuk itu Kami mengucapkan terima kasih tak terhingga.
Dan Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kata sempurna karna keterbatasan pengetahuan dan kemampuan, oleh karnanya jika terdapat kritik dan saran para pembaca yang sifatnya membantu untuk menyempurnakan Makalah ini, maka Kami akan menerima dengan senang hati. Semoga penulisan Makalah ini dapat memberikan manfaat bagi Kami khususnya dan umumnya bagi para pembaca. Semoga Allah SWT membalas segala amal dan ibadah yang telah ikut berpartisipasi dalam pembuatan Makalah ini. Amin.

Wassalamualikum Wr. Wb.

                                                                        Yogyakarta, 08 Oktober 2015


                                                                                    PENYUSUN

DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR................................................................................            
DAFTAR ISI.......................................................................................          
BAB I PENDAHULUAN                                                                            
1.        Latar Belakang Masalah................................................................
2.        Rumusan Masal..............................................................................
3.        Tujuan Penulisan............................................................................
BAB II PEMBAHASAN      
1.        Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah...........................................
2.        Para Khalifah Dinasti Abbasiyah...................................................
3.        Masa Kejayaan Peradaban Dinasti Abbasiyah..............................
4.        Faktor-Faktor Penyebab Kemunduran Dinasti Abbasiyah............
5.        Akhir Kekuasaan Dinasti Abbasiyah.............................................

BAB III PENUTUP
1.        Kesimpulan....................................................................................

DAFTAR PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN

A.       LATAR BELAKANG
Masa Bani Abbasiyah adalah masa keemasan Islam, atau sering disebut dengan istilah ‘’The Golden Age’’. Pada masa itu Umat Islam telah mencapai puncak kemuliaan, baik dalam bidang ekonomi, peradaban dan kekuasaan. Selain itu juga telah berkembang berbagai cabang ilmu pengetahuan, ditambah lagi dengan banyaknya penerjemahan buku-buku dari bahasa asing ke bahasa Arab. Fenomena ini kemudian yang melahirkan cendikiawan-cendikiawan besar yang menghasilkan berbagai inovasi baru di berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Bani Abbas mewarisi imperium besar Bani Umayah. Hal ini memungkinkan mereka dapat mencapai hasil lebih banyak, karena landasannya telah dipersiapkan oleh Bani Bani Umayah yang besar.
Menjelang tumbangnya Bani Umayah telah terjadi banyak kekacauan dalam berbagai bidang kehidupan bernegara; terjadi kekeliruan-kekeliruan dan kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh para Khalifah dan para pembesar negara lainnya sehingga terjadilah pelanggaran-pelanggaran terhadap ajaran Islam.
Di antara kesalahan-kesalahan dan kekeliruan-kekeliruan yang dibuat adalah :
1.        Politik kepegawaian didasarkan pada klan, golongan, suku, kaum dan kawan.
2.        Penindasan yang terus-menerus terhadap pengikut-pengikut Ali RA pada khususnya dan terhadap Bani Hasyim pada umumnya.
3.        Penganggapan rendah terhadap kaum muslimin yang bukan bangsa Arab, sehingga mereka tidak diberi kesempatan dalam pemerintahan.
4.        Pelanggaran terhadap ajaran Islam dan hak-hak asasi manusia dengan cara yang terang-terangan.[1]
Demikianlah saat khalifah Umayyah mengalami keruntuhannnya, disaat itu pula khalifah Abbasiyah muncul dan berdiri, sampai pada masa kejayaan dan keemasannya dalam kancah peradaban dunia.

B.        RUMUSAN MASALAH
Adapun yang menjadi permasalahan rumusan masalah pada makalah ini, ialah:
1.        Bagaimana sejarah berdirinya Dinasti Abbasiyah?
2.        Siapa saja Khalifah Dinasti Abbasiyah?
3.        Kapan dan seperti apa masa kejayaan peradaban Dinasti Abbasiyah?
4.        Apakah faktor penyebab kemunduran Dinasti Abbasiyah?           
5.        Bagaimana akhir kekuasaan Dinasti Abbasiyah?

C.       TUJUAN PENULISAN
1.        Untuk mengetahui sejarah berdirinya Dinasti Abbasiyah.
2.        Untuk mengetahui para khalifah Dinasti Abbasiyah.
3.        Untuk mengetahui masa kejayaan Dinasti Abbasiyah.
4.        Untuk mengetahui apa yang menjadi faktor penyebab kemunduran Dinasti Abbasiyah.
5.        Untuk mengetahui akhir dari masa kekuasaan Dinasti Abbasiyah.

BAB II
PEMBAHASAN

A.      SEJARAH BERDIRINYA DINASTI ABBASIYAH
Pemerintahan Dinasti Abbasiyah merupakan kelanjutan dari pemerintahan Dinasti Umayyah. Dinasti Abbasiyah didirikan pada tahun 132 H / 750 M, oleh Abdullah Ash-Shaffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib, sekaligus menjadi khalifah pertama. Dinamakan kekhalifahan Daulah  Abbasiyah,  karena para pendiri dan penguasa dinasti ini merupakan keturunan Bani Abbas, paman Nabi Muhammad SAW.
Orang-orang Abbasiyah, sebut saja bani Abbas merasa lebih berhak dari pada bani Umayyah atas kekhalifahan Islam, sebab mereka adalah keturunan bani Hasyim yang secara nasab keturunan lebih dekat dengan Nabi. Menurut mereka, orang-orang Umayyah secara paksa menguasai kekhalifahan melalui tragedi perang siffin. Oleh karena itu, untuk mendirikan dinasti Abbasiyah mereka mengadakan gerakan yang luar biasa dalam bentuk pemberontakan terhadap Dinasti Umayyah.[2]
Menurut buku Sejarah Peradaban Islam[3], Propaganda Abbasiyah dilaksanakan dengan strategi yang cukup matang sebagai gerakan rahasia. Akan tetapi Imam Ibrahim pemimpin Abbasiyah yang berkeinginan mendirikan kekuasaan Abbasiyah, gerakannya diketahui oleh khalifah Umayyah terakhir yaitu Marwan bin Muhammad. Ibrahim akhirnya tertangkap oleh pasukan dinasti Umayyah dan dipenjarakan di Haran sebelum akhirnya di eksekusi. Ia mewasiatkan kepada adiknya yaitu Abul Abbas untuk menggantikan kedudukannya ketika tahu ia akan dibunuh dan memerintahkan untuk pindah ke Kufah dan pemimpin propaganda dibebankan kepada Abu Salamah. Penguasa Umayyah di Kufah, Yazid bin Umar bin Hubairah ditaklukkan oleh Abbasiyah dan diusir ke Wasit. Abu Salamah selanjutnya berkemah di Kufah yang telah ditaklukkan pada tahun 132 H. Abdullah bin Ali, salah seorang paman Abul abbas diperintahkan untuk mengejar khalifah Umayyah terakhir, Marwan bin Muhammad bersama pasukannya yang melarikan diri, dimana akhirnya dapat dipukul didataran rendah Sungai Zab. Pengejaran dilanjutkan ke Mausul, Harran dan menyeberangi sungai Eufrat sampai ke Damaskus. Khalifah itu terus menerus melarikan diri hingga ke Fustat di Mesir dan akhirnya terbunuh di Busir, wilayah Al-Fayyum, tahun 132 H/750 M di bawah pimpinan Salih bin Ali, seorang paman Al-Abbas yang lain. Dengan demikian maka tumbanglah kekuasaan dinasti Umayyah dan berdirilah Dinasti Abbasiyah yang dipimpin oleh khalifah pertamanya, yaitu Abul Abbas Ash-Shafah dengan pusat kekuasaan awalnya di Kufah.[4]
Abdullah bin Muhammad alias Abul Al-Abbas diumumkan sebagai khalifah pertama Dinasti Abbasiyah tahun 750 M. Dalam khutbah pelantikan yang disampaikan di Masjid Kufah, ia menyebut dirinya dengan                  Al-Saffah (penumpah darah) yang akhirnya menjadi julukannya. Hal ini sebenarnya menjadi permulaan yang kurang baik diawal berdirinya dinasti ini, dimana kekuatannya tergantung kepada pembunuhan yang ia jadikan sebagai kebijaksanaan politiknya.[5]
Seluruh anggota keluarga Abbas dan pimpinan umat Islam menyatakan setia kepada Abul Abbas Ash-Shaffah sebagai khalifah mereka. Ash-Shaffah kemudian pindah ke Ambar, sebelah barat sungai Eufrat dekat Baghdad. Ia menggunakan sebagian besar dari masa pemerintahannya untuk memerangi para pemimpin Arab yang kedapatan membantu Bani Umayyah. Ia mengusir mereka kecuali Abdurrahman, yang tidak lama kemudian mendirikan Dinasti Umayyah di Spanyol. Ash-Shaffah juga memutuskan untuk menghabisi nyawa beberapa orang pembantu Bani Umayyah.
Kekhalifahan Ash-Shaffah hanya bertahan selama 4 tahun 9 bulan. Ia wafat pada tahun 136 H di Asbar, satu kota yang telah dijadikannya sebagai tempat kedudukan pemerintahan. Ia berumur tidak lebih dari 33 tahun, bahkan ada yang mengakatan umur Ash-Shaffah ketika meninggal dunia adalah 29 tahun.[6] Setelah Abul Abbas wafat kekuasaan pemerintahannya digantikan oleh saudaranya yakni Abu Ja’far Al-Manshur. Ia dikenal sebagai pendiri Dinasti Abbasiyah yang sebenarnya, karena dialah peletak dasar-dasar dan sistem pemerintahan Bani Abbas. Ia pula yang mengatur politik pemerintahan dinasti Abbasiyah. kemudian Isa bin Musa, keponakannya.
Zaman ini adalah  zaman keemasan Islam, dalam zaman ini kedaulatan kaum Muslim telah mencapai puncak kemuliaan, baik kekayaan, kemajuan maupun kekuasaan. Dalam zaman inilah lahir berbagai ilmu Islam, dan terjadi penerjemahan-penerjemahan kedalam bahasa lain (selain arab).
Kekuasaan bani Abbasiyah berlangsung  dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) sampai dengan 656 H (1258 M). Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang di terapkan  berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial dan budaya.
1.        Sistem politik pemerintahan dan bentuk negara.
a)        Sistem politik.
Adapaun sistem politik yang di jalankan oleh daulah Abbasiyah antara lain:
1)        Para Khalifah tetap dari keturunan Arab murni, sementara para mentri, gubernur, panglima, dan pegawailainya banyak di angkat dari golongan mawali turunan persia. 
2)        Kota Baghdad digunakan sebagai ibu kota negara, yang menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi sosial dan kebudayaan. 
3)        Ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu yang sangat penting dan mulia.
4)        Kebebasan berfikir sebagai HAM diakui sepenuhnya.
5)        Para menteri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan tugasnya dalam pemerintahan[7]
b)        Sistem pemerintahan dan bentuk negara.
Menurut Drs. Samsul Munir Amin, M.A.,[8] selama Dinasti Abbasiyah berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan politik, sosial, dan budaya. Berdasarkan perubahan tersebut para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan bani Abbasiyyah dalam empat periode berikut:
1)        Masa Abbasiyyah I, yaitu semenjak lahirnya daulah Abbasyyiah tahun 132 H ( 750M ) sampai meninggalnya khaliah Al-Watsiq 232 H (847 M).
2)        Masa Abbasiyyah II, yaitu mulai khalifah Al-Mutawakkil pada tahun 232 H (847 M) sampai berdirinya daulah Buwaihiyyah di baghdad pada tahun 334 H (946 M).
3)        Masa Abbasiyyah III, yaitu dari berdirinya daulah Buwaihiyah tahun 334 H (946 M) sampai masuknya kaum Saljuk ke Baghdad tahun 447 H (1055 M).
4)        Masa Abbasiyyah IV, yaitu masuknya orang-orang saljuk ke Bagdad tahun 447 H (1055 M) sampai jatuhnya Baghdad ke tangan bangsa Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan pada tahun 656 H (1258 M).[9]
Dalam versi yang lain menurut Dr. Badri Yatim, M.A.,[10] para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbasiyah menjadi lima periode :[11]
1)        Periode Pertama (132 H/750 M – 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama.
2)        Periode Kedua (232 H/847 M – 334 H/945 M), disebut masa pengaruh Turki pertama.
3)        Periode Ketiga (334 H/945 M – 447 H/1055 M), masa kekuasaan Dinasti Buwaih dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
4)        Periode Keempat (447 H/1055 M – 590 H/1194 M), masa kekuasaan Bani Seljuk dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah. Biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua.
5)        Periode Kelima (590 H/1194 M – 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif disekitar kota Baghdad.

B.       PARA KHALIFAH DINASTI ABBASIYAH
Sebelum Abul Abbas Ash-Shaffah meninggal, ia sudah mewasiatkan siapa penggantinya, yakni saudaranya, Abu Ja’far, kemudian Isa bi Musa, keponakanya. Sistem putra mahkota mengikuti Dinasti Bani Umayyah. Dan satu hal yang baru lagi para Khalifah Abbasiyah, yaitu pemakian gelar. Abu Ja’far misalnya ia memakai gelar Al-Manshur. Para Khilafah Bani Abbasiyah berjumlah 37 Khalifah, mereka adalah:[12]
1.        Abul Abbas As-Shaffah. (Pendri)                                    749-754 M
2.        Abu Ja’far Al-Manshur                                        754-775 M
3.        Abu Abdullah Muhammad Al-Mahdi                 775-785 M
4.        Abu Muhammad Musa Al-Hadi                          785-786 M
5.        Abu Ja’far Harun Ar-Rasyid                                786-809 M
6.        Abu Musa Muhammad Al- Amin                                    809-813 M
7.        Abu Ja’far Abdullah Al-Ma’mun                         813-833 M
8.        Abu Isaq Muhammad Al-mu’tashim                   833-842 M
9.        Abu Ja’far Al-Wastiq                                           842-847 M
10.    Abu Fadl Ja’far Al-Mutawakil                             847-861 M
11.    Abu Ja’far Muhammad Al-Muntashir                  861-862 M
12.    Abul Abbas Muhammad Al-Musta’in                 862-866 M
13.    Abu Abdullah Muhammad Al-Mu’taz                866-869 M
14.    Abu Ishaq Al-Muhtadi                                         869-870 M
15.    Abul Abbas Ahmad Al-Mu’tamid                                   870-892 M
16.    Abul Abbas Ahmad Al-Mu’tadid                                    892-902 M
17.    Abul Muhammad Al-Muktafi                              902-905 M
18.    Abul fadl Ja’far Al-Muqtadir                               905-932 M
19.    Abu Mansur Muhammad Al-Qahir                      932-934 M
20.    Abu Abbas Ahmad Ar-Radi                                934-940 M
21.    Abu Ishaq Ibrahim Al-Muttqi                              940-944 M
22.    Abul Qasim Abdullah Al-Mustaqfi                     944-946 M
23.    Abul Qasim Al-Fadl Al-Mu’ti                             946-974 M
24.    Abul Fadl Abdul Karim Al-Thai                          974-991 M
25.    Abul Abbas Ahmad Al-Qadir                              991-1031 M
26.    Abu Ja’far Abdullah Al-Qaim                             1031-1075 M
27.    Abul Qasim Abdullah Al-Muqtadi                                  1075-1094 M
28.    Abul Abbas Ahmad Al-Mustadzir                                   1094-1118 M
29.    Abu Mashur Al-Fadl Al-Mustarsyid                    1118-1135 M
30.    Abu Ja’far Al-Mansur Ar-Rasyid                                    1135-1136 M
31.    Abu Abdullah Muhammad Al-Muqtafi               1136-1160 M
32.    Abul Mudzafar Al-Mustanjid                              1160-1170 M
33.    Abu Muhammad Al-Hasan Al-Mustadi              1170-1180 M
34.    Abu Al-Abbas Ahmad An-Nasir                         1180-1225 M
35.    Abu Nasr Muhammad Az-Zahir                          1225-1226 M
36.    Abu Ja’far Al-Mansur Al-Mustansir                    1226-1242 M
37.    Abu Ahmad Abdullah Al-Mu’tashim Billah       1242-1258 M[13]           
Pada masa bangsa mongol dapat menaklukkan Baghdad tahun 656 H/1258 M, Ada seorang pangeran keturunan Abbasiyah yang lolos dari pembunuh dan meneruskan kekhalifahan dengan gelar Khalifah yang hanya berkuasa di bidang keagamaan di bawah kekuasaan kaum Mamluk di Kairo, Mesir tanpa kekuasaan duniawi yang bergelar Sultan. Jabatan Khalifah yang disandang oleh keturunan Abbasiyah di Mesir berakhir dengan diambilnya jabatan itu oleh Sultan Salim I dari Turki Usmani ketika menguasai Mesir pada tahun 1517 M. Dengan demikian, hilanglah kekhalifahan Abbasiyah untuk selama-lamanya.
       Para khalifah Bani Abbasiyah yang ada di Mesir adalah sebagai berikut:
1.        Al-Muntashir                                                        1261-1261 M
2.        Al-Hakim I                                                           1261-1302 M
3.        Al-Mustaqfi                                                          1302-1342 M
4.        Al-Wasiq                                                              1342-1341 M
5.        Al-Hakim II                                                         1341-1352 M
6.        Al-Mustadid I                                                      1352-1362 M
7.        Al-Mutawakil I                                                    1362-1377 M
8.        Al-Mu’tashim                                                       1377-1377 M
9.        Al-Mutawakkil I                                                  1377-1383 M
10.    Al-Wastiq II                                                         1383-1386 M
11.    Al-Mu’tashim                                                       1386-1389 M
12.    Al-Mutawakkil I                                                  1389-1406 M
13.    Al-Musta’in                                                          1406-1414 M
14.    Al-Mu’tadid                                                         1414-1441 M
15.    Al-Mustaqfi II                                                      1441-1451 M
16.    Al-Qaim                                                               1451-1455 M
17.    Al-Mustanjid                                                        1455-1479 M
18.    Al-Mutawakkil II                                                 1479-1497 M
19.    Al-Mustamsik                                                       1497-1508 M
20.    Al-Mutawakkil III                                               1508-1516 M
21.    Al-Mustamsik                                                       1516-1517 M
22.    Al-Mutawakkil III                                               1517-1517 M[14]


C.      MASA KEJAYAAN PERADABAN DINASTI ABBASIYAH
Pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai masa keemasannya pada periode pertama. Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik sekaligus agama. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam.
Peradaban dan kebudayaan islam tumbuh dan berkembang bahkan mencapai kejayaan pada masa Abbasiyyah. Hal tersebut dikarenakan Dinasti Abbassiyyah pada periode ini lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan islam dari pada perluasan wilayah. Disini letak perbedaan pokok antara Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah.
Dasar-dasar Dinasti Abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh Abu Al-Abbas dan Abu Ja’far Al-Manshur, maka puncak keemasan Dinasti Abbasiyah berada pada tujuh khalifah sesudahnya, yaitu:
1)        Al-Mahdi (775-785 M)
2)        Al-Hadi (775-786 M)
3)        Harun Al-Rasyid (786-809 M)
4)        Al-Ma’mun (813-833 M)
5)        Al-Mu’tashim (833-842 M)
6)        Al-Wasiq (842-847 M)
7)        Al-Mutawakkil (847-861 M)
Pada masa Al-Mahdi perekonomian mulai meningkat dengan peningkatan disektor pertanian, melalui irigasi dan peningkatan hasil pertambangan seperti perak, emas, tembaga, dan besi.[15]
Puncak kejayaan Dinasti Abbasiyah terjadi pada masa khalifah Harun Al-Rasyid (786-809 M) dan putranya Al-Ma’mun (813-833 M). Ketika Al-Rasyid memerintah, negara dalam keadaan makmur, kekayaan melimpah, keamanan terjamin walaupun ada juga pemberontakan, dan luas wilayahnya mulai dari Afrika Utara hingga ke India.[16] Kekayaan yang banyak dimanfaatkan Harun Al-Rasyid untuk keperluan sosial. Rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi didirikan. Pada masanya, sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter. Disamping itu, pemandian-pemandian umum juga dibangun. Tingkat kemakmuran yang paling tinggi terwujud pada zaman khalifah ini. Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi. Al-Ma’mun pengganti Al-Rasyid, dikenal dengan khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Ia menggaji penerjemah-penerjemah dari golongan kristen dan penganut agama lain yang ahli, untuk menerjemahkan buku-buku Yunani. Ia juga banyak mendirikan sekolah, salah satu karya terbesarnya adalah pembangunan Bait al-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar.[17]
v  Baghdad Sebagai Pusat Peradaban Islam
Pada mulanya ibu kota Negara adalah Al-Hasyimiyah dekat Kuffah. Namun, untuk memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru berdiri itu Al-Manshur memindahkan ibu kota Negara ke kota yang baru dibangunnya, Baghdad dekat bekas ibu kota Persia, Ctesiphon, pada tahun 762 M. Di ibu kota baru ini dia melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahan. Kemudian ia mengangkat sejumlah personal untuk menduduki jabatan di lembaga eksekutif dan yudikatif. Di bidang pemerintahan, dia menciptakan tradisi baru dengan mengangkat Wazir sebagai koordinator departemen.[18] Wazir pertama yang diangkat adalah Khalid bin Barmak, berasal dari Balkh, Persia. Dia juga membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara di samping membenahi angkatan bersenjata. Dia menunjuk Muhammad ibn Abd Al-Rahman sebagai hakim pada lembaga kehakiman negara. Menambah tugas jawatan pos, selain ditugaskan untuk mengantar surat, akan tetapi mereka ditugaskan pula untuk menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah, sehingga administrasi kenegaraan dapat berjalan lancar. Para direktur jawatan pos bertugas melaporkan tingkah laku gubernur setempat kepada khalifah.
Bagdad sebagai pusat intelektual terdapat beberapa pusat aktifitas pengembangan ilmu antara lain Baitul Hikmah. Sebagai ibu kota Baghdad mencapai puncaknya pada masa Harun Ar-Rasyid walaupun kota tersebut belum 50 tahun di bangun. Kemegahan dan kemakmurn tercermin dalam istana khalifah yang luasnya sepertiga dari kota Bagdad yang berbentuk bundar dengan di lengkapi beberapa bangunan sayap dan ruang audiensi yang di penuhi berbagai perlengkapan yang terindah. Dengan demikian, Dinasti Abbassiyyah dengan pusatnya di Bagdad sangat maju sebagai pusat kota peradaban dan pusat ilmu pengetahuan. Beberapa kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan dapat disebutkan beberapa berikut.

1.        Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemajuan Dinasti Abbasiyah
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kemajuan Dinasti Abbasiyah ialah:
a)        Faktor Politik
1)        Pindahnya ibu kota negara dari Syam ke Irak dan Baghdad sebagai ibu kotanya ( 146 H).
2)        Banyaknya cendikiawan yang diangkat menjadi pegawai pemerintahaan dan istana. Kholifah- kholifah Abbasiyah, misalnya Al Mansur, banyak mengangkat pegawai pemerintahan dan istana dari cendikiawan- cendikiawan Persia.
3)        Diakuinya Mu’tazilah sebagai madzhab resmi negara pada masa kholifah al Ma’mun pada tahun 827 M.
b)        Faktor Sosiografi
1)        Meningkatnya kemakmuran umat islam pada waktu itu.
2)        Luasnya wilayah kekuasaan islam, yang menyebabkan banyak orang Persia dan Romawi yang masuk Islam kemudian menjadi muslim yang taat.
3)        Pribadi beberapa kholifah pada masa itu, terutama pada maasa dinasti Abbasiyah I, seperti Al Mansur, Harun Al Rasyid dan Al Ma’mun yang sangat mencintai ilmu pengetahuan sehingga kebijaksanaannya banyak ditujukan pada kemajuan ilmu pengetahuan.
4)        Diadakannya pengaturan, pembukuan, dan pembidangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu naqli seperti kedokteran, mantiq dan ilmu- ilmu riyadliyat, telah dimulai oleh umat islam dengan metode yang teratur.[19]
c)        Aktivitas Ilmiah
1)        Penyusunan buku- buku ilmiah.
2)        Penerjemahan.
3)        Pensyarahan.
d)       Kemajuan Ilmu Pengetahuan
1)        Kemajuan ilmu agama.
2)        Kemajuan ilmu- ilmu umum[20]

Sedangkan di dalam buku Sejarah Kebudayaan Islam,[21] secara garis besar ada dua faktor penyebab kemajuan Dinasti Abbasiyah, yaitu:
a)        Faktor internal
Ialah faktor yang berasal dari dalam ajaran islam yang mampu memberikan motivasi bagi para pemeluk untuk mengembangkan peradabannya.
b)        Faktor eksternal, ada 4 pengaruh, yaitu:
1)        Semangat Islam.
2)        Perkembangan organisasi negara.
3)        Perkembangan ilmu pengetahuan.
4)        Perluasan daerah Islam.
Adapun penyebab keberhasilan kaum penganjur berdirinya khilafah Bani Abbasiyah adalah karena mereka berhasil menyadarkan kaum muslimin pada uumnya, bahwa Bani Abbas adalah keluarga yang dekat kepada Nabi dan bahwasanya mereka akan mengamalkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul serta menegakkan syariat Islam.[22]

2.        Aspek-aspek Kejayaan Peradaban Dinasti Abbasiyah
Adapun keberhasilan yang dicapai pada masa Bani Abbasiyah dibagi menjadi dua, yaitu material dan immaterial
a)        Bidang Material :
1.        Masa Al-Manshur
1)        Memindahkan ibu kota negara ke Baghdad
2)        Melatakkan dasar-dasar pemerintahan
3)        Mengangkat pejabat di lembaga eksekutif dan yudikatif
4)        Menciptakan tradisi baru yaitu mengangkat Wazir
5)        Membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara
6)        Menaklukan kembali daerah-daerah yang sebelumnya membebaskan diri dari pemerintahan pusat, seperti : merebut benteng-benteng di Asia, kota Malatia, wilayah Coppadocia, dan Cicilia pada tahun 756-758 M.
7)        Berdamai dengan kaisar Constantine V selama gencatan senjata 758-765 M, dan Bizantium membayar upeti tahunan.


2.        Masa al-Mahdi
Sebenarnya perekonomian sudah mulai menggeliat dengan peningkatan di sektor pertanian, melaluai irigasi dan peningkatan hasil pertambangan. Diantara prestasi-prestasi yang berhasil diraih Al-Mahdi antara lain:
1)        Dia membangun gedung-gedung sepanjang jalan menuju Makkah.
2)        Masjid Agung di Madinah diperbesar tetapi menghapus nama khalifah bani Umayyah, Walid dari dinding masjid itu dan mengganti dengan namanya.
3)        Membangun tempat pelayanan pos antara Makkah dan Madinah kemudian Yaman yang berfungsi sebagai tempat pembayaran ongkos perjalanan tiap mil.
4)        Membuat benteng di beberapa kota khususnya Rusafa di bagian Baghdad Timur.
3.        Masa Harun Al-Rasyid
Popularitas daulah bani Abbasiyah mencapai puncak peradaban dan kemakmurannya di zaman Harun al-Rasyid (786-809 M) dan puteranya al-Ma’mun (813-833 M). Kekayaan yang banyak, dimanfaatkan Harun untuk keperluan sosial.
1)        Membangun istana-istana besar.
2)        Membangun rumah sakit.
3)        Membangun lembaga pendidikan dan sekolah-sekolah.
4)        Membangun lembaga kedokteran dan farmasi. Bahkan menurut sebagian ahli sejarah menyatakan bahwa sebenarnya Harun ingin menggabungkan laut tengah dengan laut merah. Namun Yahya ibn Khalid (dari keluarga barmak) tidak menyetujui gagasan itu.
4.        Masa Al-Ma’mun
Pada masa al-Ma’mun menjadi khalifah, ia banyak mendirikan sekolah-sekolah. Salah satu karya terbesarnya adalah pembangunan Bait al-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang sangat besar. Baghdad, kota kuno yang didirikan oleh orang-orang Persia, merupakan tempat perdagangan yang kerap kali dikunjungi oleh pedagang dari India dan Cina. Para Insinyur, tukang batu, dan para pekerja tangan didatangkan dari Syiria, Bashra, Kufa untuk membantu didalam memperindah kota. Bahkan di daerah pinggir kota ini sudah terbagi menjadi empat bagian pemukiman yang masing-masing mempunyai seorang pemimpin yang dipercaya untuk mendirikan pasar di pemukimannya. Demikianlah di zaman Abbasiyah pertama. Baghdad menjadi kota terpenting di dunia sebagai sentral perdagangan, ilmu pengetahuan dan kesenian. Masjid-masjid dan bangunan-bangunan  lain semakin bertambah banyak dan menjadi hal menarik dalam kesenian muslim.

b)       Bidang Imaterial :
Kemajuan yang dicapai dinasti Abbasiyah mencakup ilmu agama, filsafat dan sains (Harun Nasution, 2001:65-69).  Ilmu agama yang dikembangkan pada masa ini mencakup:
a.         Ilmu Hadits
Tokohnya: Al-Bukhori dengan kitabnya al-Jam’i al-Shahih dan Tarikh al-Kabir, Muslim dengan kitabnya Shahih Muslim, Ibnu Majjah, Abu Dawud, al-Tirmidzi, dan al-Nasa’i.
b.        Ilmu Tafsir
Tokohnya: Ibnu Jarir Ath Thabari dengan karyanya Jami al-Bayan fi Tafsir al- Qur’an sebagai pegangan pokok bagi mufassir hingga sekarang, Abu Muslim Muhammad Ibn Bahar al-Ashfahani dengan tafsirnya Jami’ut Ta’wil, Ar-Razy dengan tafsirnya Al-Muqthathaf.


c.         Ilmu Fiqih
Tokohnya: Abu Hanifah dengan kitabnya Musnad al-Imam al-A’dhom atau Fiqh al-Akbar, Malik dengan kitabnya al-Muwatha’, Syafi’i dengan kitabnya al-Um dan al-Fiqh al-Akbar fi al-Tauhid, dan Ibn Hambal dengan kitabnya al-Musnad.
d.        Ilmu Tasawuf  atau Mistisisme Islam
Tokohnya: Abu Bakr Muhammad al-Kalabadi dengan karyanya al-Ta’arruf li Mazhab Ahl al-Tasawuf, Abu Nasr as-Sarraj al-Tusi dengan karyanya al-Luma’, Abu Hamid al-Ghazali dengan karyanya Ihya ‘Ulum al-Din, dan Abu Qasim Abd al-Karim al- Qusyairi dengan karyanya Maqamat. Tokoh lainnya, Zunnun al-Misri, Abu Yazid al-Bustami, Husain Ibn Mansur al-Hallaj, dsb.
e.         Ilmu   Kalam atau Theologi
Tokohnya seperti Washil bin Atha’,  Ibn al-Huzail, al-Allaf, dll dari golongan Mu’tazilah, Abu al-Hasan al-Asy’ari dan al-Maturidi dari ahli sunnah.
f.         Ilmu  Tarikh atau Sejarah
Tokohnya: Ibn Hisyam (abad VIII), Ibn Sa’d (abad IX), dll.
g.        Ilmu  Sastra
Tokohnya: Abu al-Farraj al-Isfahani dengan karyanya Kitab al-Aghani, al-Jasyiari dengan karyanya Alfu Lailah wa Lailah di pertengahan abad X. h. Ilmu agama lainnya seperti ilmu al-Qori’ah, ilmu Bahasa,  dan Tata Bahasa.
h.        Ilmu Filsafat
Ilmu ini berasal dari Yunani kemudian diterjemahkan  ke dalam bahasa Arab, bahkan juga buku-buku yang berasal dari Persia maupun Spanyol. Dari gerakan ini muncul para filosof Islam, seperti:
1)        Al-Kindi (185-260 H/801-873 M)
Al-Kindi lahir di Kufah, karyanya sekitar 270 buah yang dikelompokkan oleh ibn Nadim dan al-Qifti menjadi 17, yaitu: filsafat, logika, ilmu hitung, globular, musik, astronomi, geometri, sperikal, medis, astrologi, dialektika, psikologi, politik,240 meteorology, dimensi, benda-benda pertama, dan spesies tertentu logam dan kimia.
2)        Al-Razi (251-313 H/865-925 M)
Nama latinnya adalah Rhazes, lahir di Rayy dekat Teheran. Buku-buku filsafatnya antara lain: Al-Tibb al-Ruhani, Al-shirat al-Falsafiyyah, Amarat Iqbal al-Daulah, Kitab al-Ladzdzah, Kitab al-Ilm al-Ilahi, dll.
3)        Al-Farabi (258-339 H/870-950 M)
Di Barat dikenal dengan nama Alpharbiu, lahir di Wasij (suatu desa di Farab/ Transoxania). Selain seorang filosof, ia juga ahli dalam bidang logika, matematika, dan pengobatan. Dalam bidang fisika, ia menulis kitab al-Musiqa. Di antara karyanya adalah: al-Tanbih ‘ala Sabil al-Sa’adat, Ihsha al-Ulum, al-Jam’ bayn Ra’y al-Hakimayn, Fushush al-Hikam, dll.
4)        Ibn Sina (370-428 H/980-1037 M)
Nama latin Ibn Sina adalah Avicenna, lahir di Afsyana (dekat Bukhara). Selain ahli filsafat  dan  kedokteran,  beliau  juga memiliki  karya  dalam  bidang  logika, matematika, astronomi, fisika, mineralogy, ekonomi, dan politik. Karyanya antara lain: Kitab al-Syifa, Kitab al-Nadjat, Al-Isyarat wat-Tanbihat, Al-Hikmat al-Masyriqiyyah, dll.
5)        Al-Ghazali (455-507H/1059-1111 M)
Beliau bergelar hujjatul Islam, lahir di Ghazaleh dekat Tus di Khurasan. Karyanya antara lain: Al-Munqidz min ad-Dlalal, Tahafut al-Falasifah, Ihya Ulumuddin, Qawaid al-‘Aqaid, Misykat al-Anwar, dll.
6)        Ibn Rusyd (520-595 H/1126-1198 M)
Di Barat namanya Averroes, lahir di Cordova. Bukunya yang terpenting ada empat: Bidayatul Mujtahid, Faslul Maqal fi ma baina al-Hikmati was Syari’at min al- Ittisal, Manahij al-Adillah fi Aqaidi Ahl al-Millah, dan Tahafut at-Tahafut.
7)        Ibn Bajjah (w. 533 H/1138 M)
Beliau lahir di Saragossa dan karyanya berupa risalah antara lain: Al-Ittisal, al- Wada’, Tadbir al-Mutawahhid, dll.
8)        Ibn Tufail (506-581 H/1110-1185 M)
Beliau lahir di Granada. Karangannya tentang filsafat, fisika, metafisika, kejiwaan dan sebagainya tidak sampai kepada kita kecuali satu yaitu risalah Hay bin Yaqzhan.
i.          Ilmu Sains
Ilmu Sains pada masa Dinasti Abbasiyah didukung oleh Science Policy, yakni antara lain dengan didirikannya akademi, sekolah dan observatorium (lembaga ilmiah  yang melakukan  penelitian dan pengajarannya sekaligus) di samping perpustakaan. Dengan kebijakan tersebut menimbulkan kemajuan-kemajuan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, seperti:
1)        Kedokteran
Tokohnya:  Al-Razi dengan karyanya al-Hawi, Ibn Sina dengan karyanya al-Qanun fi al-Tibb (Canon of Medicine) dan Materia Medica yang memuat 760 obat-obatan.
2)        Ilmu Kimia
Tokohnya: Jabir Ibn Hayyan yang berpendapat bahwa logam seperti timah, besi dan tembaga dapat diubah menjadi emas atau perak dengan menggunakan obat rahasia. Ia mengetahui cara membuat asam belerang, asam sendawa, dan aqua regia yang dapat menghancurkan emas dan perak.Ia juga memperbaiki teori aristoteles mengenai campuran logam.241

3)        Astronomi
Tokohnya: Al-Biruni dengan kitabnya al-Hind dan al-Qanun al-Mas’udi fi al-Hai’a wa al-Nujum, Nasiruddin Tusi menyusun tabel astronomi Ilkanian, Ibn Yunus membuat perbaikan tabel astronomi dan Hakemite Tables, Moh. Targai Ulugh Begh (cucu Timur Lenk) menyusun kitab al-Zij al-Sulthani al-Jadid yang berisi 1018 bintang.
4)        Matematika
Tokohnya yang populer adalah al-Khawarizmi yang menemukan angka 0 (aljabar) pada abad IX. Angka 1-9 berasal dari angka-angka Hindu di India.
5)        Optik
Tokohnya adalah Ali al-Hasan ibnul Haitsam yang dikenal Alhazen, menulis sebuah buku besar tentang optic “Optical Thesaurus”, mengoreksi teori Euclid dan Ptolemy. Ia juga mengembangkan teori pemfokusan, pembesaran, dan inversi dari bayangan.
6)        Fisika
Tokohnya Abdul Rahman al-Khazini, menulis kitab Mizanul Hikmah (The Scale of Wisdom) tahun 1121 M.
7)        Geografi
Tokohnya: Zamakhsyari (w.1144) seorang Persia, menulis kitabul Amkina wal Jibal wal Miyah (The Book of Places, Mountains and Waters), Yaqut menulis Mu’jamul Buldan (The Persian Book of Places) tahun 1228, Al-Qazwini menulis Aja’ib al-Buldan (The Wonders of Lands), dll.
8)        Sains lainnya
Seperti Botani (Abd Latif), Antidote/penawar racun (Ibn Sarabi), Trigonometri (Jabir ibn Aflah), dan Musik (Nasiruddin Tusi, Qutubuddin, Asy- Syirazi, dan Safiuddin).
D.      FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEMUNDURAN DINASTI ABBASIYAH
Menurut W. Montgomery Watt,[23] yang menjadi faktor penyebab kemunduran Dinasti Abbasiyah ialah:
1.        Luasnya wilayah kekuasaan Daulah Abbasiyah, sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit dilakukan. Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya di kalangan para penguasa dan para pelaksana pemerintahan sangat rendah.
2.        Meningkatnya ketergantungan kepada tentara bayaran. Dan ini pada gilirannya mungkin berhubungan dengan perkembangan-perkembangan dalam teknologi militer. Khalifah tidak mengetahui masalah ini, tetapi mereka tampaknya menganggap tidak mungkin kembali ke tentara misili yang terdiri dari warga kota. Pemakaian tentara bayaran juga berarti bahwa makin banyak uang di keluarkan makin  kuat tentara yang di miliki. Maka untuk mempertahankan posisinya khalifah memperlukan kekuatan militer yang cukup untuk menanggulangi beberapa gubenur pembangkang, tetapi beban keuangan ini makin lama makin sulit di atasi. Maka sebenarnya hanya uangalah yang bisa membeli kekuasaan mereka.
3.        Keuangan negara sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan untuk tentara bayaran sangat besar. Pada saat kekuatan militer menurun, kholifah tidak sanggup memaksa pengiriman pajak ke Baghdad.

Sedangkan menurut Dr. Badri Yatim, M.A.,[24] penyebab terjadinya kemunduran Dinasti Abbasiyah dibagi menjadi dua faktor, yaitu:
a)        Faktor Internal
1.        Persaingan Antar Bangsa
Khilafah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia. Persekutuan dilatarbelakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada masa Bani Umayyah berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas. Setelah Dinasti Abbasiyah berdiri, Bani Abbasiyah tetap mempertahankan persekutuan itu. Pada masa ini persaingan antarbangsa menjadi pemicu untuk saling berkuasa. Kecenderungan masing-masing bangsa untuk mendominasi kekuasaan sudah dirasakan sejak awal khalifah Abbasiyah berdiri. Akan tetapi, karena para khalifah adalah orang-orang yang kuat yang mampu menjaga keseimbangan kekuatan, stabilitas politik dapat terjaga. Setelah Al-Mutawakkil, seorang khalifah yang lemah naik tahta, dominasi tentara Turki tak terbendung lagi. Sejak saat itu sebenarnya kekuasaan Bani Abbasiyah sudah berakhir. Posisi ini kemudian direbut oleh Bani Buwaih, bangsa Persia pada periode ketiga, dan selanjutnya beralih kepada Dinasti Seljuk pada periode keempat. 
2.        Kemerosotan Ekonomi
Khilafah Abbasiyah juga mengalami kemunduran di bidang ekonomi bersamaan dengan kemunduran di bidang politik. Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbasiyah merupakan pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk lebih besar daripada dana yang keluar, sehingga Bait al-Mal penuh dengan harta.[25] Setelah khilafah memasuki periode kemunduran, pendapatan negara menurun, sementara pengeluaran meningkat lebih besar. Menurunnya pendapatan negara itu disebabkan oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya kerusuhan yang mengganggu perekonomian rakyat, diperingannya pajak, dan banyaknya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak lagi membayar upeti. Sedangkan pengeluaran semakin membengkak antara lain disebabkan oleh kehidupan para khalifah dan pejabat semakin mewah, jenis pengeluaran semakin beragam, dan para pejabat melakukan korupsi.[26]

3.        Konflik Keagamaan
Fanatisme keagamaan berkaitan erat dengan persoalan kebangsaan. Berbagai aliran keagamaan seperti Mu’tazilah, Syi’ah, Ahlus Sunnah, dan kelompok-kelompok lainnya menjadikan pemerintahan Abbasiyah mengalami kesulitan untuk mempersatukan berbagai faham keagamaan yang ada.
b)        Faktor Eksternal
1.        Ancaman dari Luar
1)        Perang Salib
Perang Salib yang berlangsung beberapa gelombang banyak menelan korban. Setelah Paus Urbanus II (1088-1099 M) mengeluarkan fatwanya, Orang-orang Kristen Eropa terpanggil untuk ikut berperang. Perang Salib telah membakar semangat perlawanan orang-orang Kristen yang berada di wilayah kekuasaan Islam. Namun hanya Armenia dan Maronit Lebanon yang tertarik dengan Perang Salib. Akibat dari Perang Salib ini pula banyak memunculkan kelemahan-kelemahan Pemerintahan Bani Abbasiyah.
2)        Serangan Tentara Mongol
Serangan Tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam menyebabkan kekuatan Islam menjadi lemah. Pengaruh Salib juga terlihat dalam penyerbuan tentara Mongol. Disebutkan bahwa Hulagu Khan, panglima tentara Mongol, sangat membenci Islam. Akibat dari serangan tentara Mongol menyebabkan kekuatan Abbasiyah menjadi lemah dan pada akhirnya menyerah kepada kekuatan Mongol.

E.       Akhir Kekuasaan Dinasti Abbasiyah
Akhir dari kekuasaan Dinasti Abbasiyah ialah ketika Baghdad dihancurkan oleh tentara Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan, 656 H/1258 M. Hulagu Khan adalah saudara dari Kubilay Khan yang berkuasa di Cina hingga ke Asia Tenggara, dan saudara Mongke Khan yang menugaskannya untuk mengembalikan wilayah-wilayah sebelah barat dari Cina ke pangkuannya. Khalifah Bani Abbasiyah yang terakhir beserta keluarganya, Al-Mu’tashim Billah dibunuh. Buku-buku yang terkumpul di Baitul Hikmah dibakar dan dibuang ke sungai Tigris, sehingga berubahlah warna air sungai tersebut yang jernih menjadi hitam kelam, karena lunturan tinta yang ada pada buku-buku itu.
Dengan demikian, lenyaplah Dinasti Abbasiyah yang telah memainkan peran penting dalam percaturan kebudayaan dan peradaban Islam dengan gemilang.[27]
BAB III
PENUTUP

A.      KESIMPULAN
Pemerintahan Dinasti Abbasiyah merupakan kelanjutan dari pemerintahan Dinasti Umayyah. Dinasti Abbasiyah didirikan pada tahun 132 H / 750 M, oleh Abdullah Ash-Shaffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib, sekaligus menjadi khalifah pertama. Dinamakan kekhalifahan Daulah  Abbasiyah,  karena para pendiri dan penguasa dinasti ini merupakan keturunan Bani Abbas, paman Nabi Muhammad SAW.
Berdirinya Dinasti ini tidak terlepas dari keamburadulan Dinasti sebelumnya, yaitu dinasti Umaiyyah. Bani Abbasiyah merupakan masa pemerintahan umat Islam yang merupakan masa keemasan dan kejayaan dari peradaban umat Islam yang pernah ada. Pada masa Bani Abbasiyah kekayaan negara melimpah ruah dan kesejahteraan rakyat sangat tinggi.
Pada masa pemerintahan khalifah Harun Al-rasyid dan putranya Al-Ma’mun  kesejahteraan umat sangat terjamin dan peradaban Islam mengalami kemajuan yang pesat sehingga pada masa ini banyak muncul para tokoh ilmuan dari kalangan Umat Islam, baik itu ilmu pengatuhan yang bersifat umum seperti ilmu kedokteran yang telah mencetak dokter seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusyd dan lain-lainnya. Demikian juga dari bidang ilmu agama, adanya perkembangan ilmu tafsir, ilmu kalam, filsafat Islam, ilmu tasawwuf, dan masih banyak yang lainnya yang juga melahirkan tokoh-tokoh dibidang ilmu masing-masing. Dan pada masa ini pula pembangunan dilakukan dimana-mana, baik pembangunan rumah sakit, irigasi, pemandian-pemandian umum, dan lain-lain. Disamping itu terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kemajuan Dinasti Abbasiyah ialah:
1)        Faktor politik
2)        Faktor Sosiografi
3)        Aktivitas Ilmiah
4)        Kemajuan Ilmu Pengetahuan
Namun diakhir pemerintahan Khalifah Bani Abbasiyah, Islam mengalami keterpurukan yang sangat parah. Hal ini disebabkan dari serangan tentara Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan yang telah mengahncurkan pusat peradaban Umat Islam di Baghdad dan mengahancurkan Pusat ilmu pengetahuan yaitu Baitul Hikmah, yang berisi buku-buku karangan pakar ilmu umat Islam yang tak ternilai harganya.
DAFTAR PUSTAKA


Al-Maududi, Abul A’la, Khilafah dan Kerajaan, (Bandung: Mizan, 2006)

Amin, Ahmad,  Dhuha Al-Islam, Jilid 1, (Kairo: Lajnah Al-Ta’lif wa Al-Tarjamah wa Al-Nasyr, Tanpa tahun)

Amin Ahmad, Dhuha Al Islam, (Beirut: Dar Al Kitab Al-‘Arabi, Tanpa Tahun)

Amin Samsul Munir, Sejarah peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, Cetakan ke-5,  2010)

Hasjmy, A., Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, Cetakan ke-4, 1993)

Hitti, Philip K., History of the Arabs, (London: Macmilan Press Ltd, 1970)

Karim, M. Abdul, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Bagaskara, Cetakan ke-3, 2011)

Mufrodi Ali, Islam Dikawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos, 1997)

Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam, (Semarang: PT. Thoha Putra, 2003)

Nasution Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid 1, (Jakarta: UI Press, 1985, cetakan kelima)

Nizar Samsul, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2011)

Syalabi, A., Sejarah dan Kebudayaan Islam III, (Jakarta: Pustaka Alhusna, 1992)

Stryzewska, Bojena Gajane, Tarikh al-Daulat al-Islamiyah, (Beirut: Al-Maktab Al-Tijari, Tanpa Tahun)

Thohir Ajid, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam,  (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,  2004)

Watt, W. Montgomery, Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990, Cetakan Pertama)

Yatim Badri, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cetakan ke-26, 2015)





[1]A. Hasjmy,  Sejarah Kebudayaan Islam,  Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1995, hlm. 210.
[2]M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Bagaskara, Cetakan ke-3, 2011, hlm. 143
[3]Samsul Munir Amin, Sejarah peradaban Islam , Jakarta: Amzah, Cetakan ke-5,  2010, hlm.  139-140
[4]A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam III, Jakarta: Pustaka Alhusna, 1992, hlm. 7
[5]Ajid  Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam,  Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,  2004, hlm. 48.
[6]Samsul Munir Amin, Op.Cit, hlm.  140-141
[7] Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2011, hlm. 67-68
[8]Samsul Munir Amin, Op.Cit, hlm. 141
[9]A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, Cetakan ke-4, 1993, hlm. 213
[10]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cetakan ke-26, 2015, hlm. 49-50
[11]Bojena Gajane Stryzewska, Tarikh al-Daulat al-Islamiyah, Beirut: Al-Maktab Al-Tijari, Tanpa Tahun, hlm. 360
[12]Samsul Munir Amin, Op.Cit, hlm. 141-144
[13]Ali Mufrodi, Islam Dikawasan Kebudayaan Arab, Jakarta: Logos, 1997,  hlm. 98-99
[14]Ibid,  hlm. 100.
[15]Badri Yatim, Op.Cit, hlm. 52
[16]Samsul Munir Amin, Op.Cit, hlm 144
[17]Badri Yatim, Op.Cit, hlm. 52-53
[18]Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid 1, Jakarta: UI Press, 1985, cetakan kelima, hlm. 67
[19]Ahmad Amin, Dhuha Al Islam, Beirut: Dar Al Kitab Al-‘Arabi, Tanpa Tahun , hlm. 14
[20]Drs. H. Maman A. Malik Sy, MS, Sejarah Kebudayaan Islam, Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga,  2005, hlm. 114-131
[21]Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam, Semarang: PT. Thoha Putra, 2003, hlm. 56
[22]Abul A’la al-Maududi, Khilafah dan Kerajaan, Bandung: Mizan, 2006, hlm. 248
[23]W. Montgomery Watt, Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990, Cetakan Pertama, hlm. 165-166
[24]Badri Yatim, Op.Cit, hlm.  80-85
[25]Philip K. Hitti, History of the Arabs, London: Macmilan Press Ltd, 1970, hlm. 485
[26]Ahmad Amin, Dhuha Al-Islam, Jilid 1, Kairo: Lajnah Al-Ta’lif wa Al-Tarjamah wa Al-Nasyr, Tanpa tahun, hlm. 42
[27]Samsul Munir Amin, Op.Cit, hlm. 156-157 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar